Melirik Spiritualitas Ki Ageng Suryomentaram Dalam Tasawuf Qurani Jawi

nu.or.id

Ki Ageng Suryomentaram  merupakan satu dari sekian banyak  pangeran pada keluarga Sri Sultan Hamengku Buwono ke VII, tepatnya putra ke lima puluh lima dari tujuh puluh delapan bersaudara. Ia meninggalkan gelar kepangeranannya sebab merasa tidak pernah menemukan “orang”. “Seprana-seprana aku durung kepethuk wong”, begitulah kira-kira kalimat yang terlontar olehnya karena relasi yang terbentuk di keraton adalah relasi abdi-dalem, menyembah dan disembah, memerintah dan diperintah, mencari kesenangan dan menghindarkan dari penderitaan.

Bayangan yang terlintas dalam benaknya adalah “Sapa wonge golek kepenak liyane ngepenakke tanggane, iku padha karo gawe dhadhung sing kanggo njiret gulune dhewe“, yaitu Orang yang mencari kenyamanan tanpa memberikan kenyamanan kepada orang-orang disekitarnya sama halnya dengan mengalungkan tali gantungan untuk menjerat lehernya sendiri.

Bacaan Lainnya

Pergolakan yang terjadi dalam diri Ki Ageng Suryomentaram ketika di lihat dalam konteks Islam terjadi konflik (syiqaq) dan keraguan (syakk). Konflik (syiqaq) dan keraguan (syakk) merupakan hal yang sebisa mungkin dihindari seseorang karena dapat menghilangkan sa’adah (kebahagiaan), sakinah (ketenangan) dan tuma ‘ninah (ketentraman) sebagai syarat kebahagian dalam hidup dan memperkuat kepribadian. Syiqaq (konflik) mengakibatkan keretakan integritas diri, dan syakk (keraguan) mengakibatkan ambiguitas dan ambivalensi dalam berwawasan, bersikap dan bertindak. Pengalaman konflik batin (psikologis, internal) seperti itu secara fenomenologis bisa terjadi dalam kehidupan setiap individu kapan saja dan di mana saja, dan Ki Ageng Suryomentaram telah melewatinya dengan selamat dan itulah arti bahagia (beja) yang ia cari.

Disinilah Ki Ageng Suryomentaram menyampaikan arti kebahagiaan melalui spiritualitas dalam tasawuf Qur’ani Jawi yang  tercantum di dalam al-Qur’an dan terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an, yaitu dalam Surah Ali Imrân, Surah Kâf dan Surah al-Lahab.

  1. QS. Ali-Imran/3:103

وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعٗا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءٗ فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦٓ إِخۡوَٰنٗا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٖ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنۡهَاۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

Ki Ageng Soryomentaram menuturkan dalam menyebarkan kebenaran, lebih dahulu harus menghindari perselisihan. Dan hal ini senada dengan hadist Nabi Muhammad, dari Abu Umamah RA, ia menuturkan bahwa Nabi Muhammad bersabda ″Aku akan menjamin sebuah rumah di tepi surga bagi mereka yang menjauhkan diri dari perdebatan meskipun ia berada di pihak yang benar.″

  • QS. Ali Imrân/3:112 (بِحَبۡلٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَحَبۡلٖ مِّنَ ٱلنَّاسِ)

ضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلذِّلَّةُ أَيۡنَ مَا ثُقِفُوٓاْ إِلَّا بِحَبۡلٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَحَبۡلٖ مِّنَ ٱلنَّاسِ وَبَآءُو بِغَضَبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَسۡكَنَةُۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ يَكۡفُرُونَ بِ‍َٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَيَقۡتُلُونَ ٱلۡأَنۢبِيَآءَ بِغَيۡرِ حَقّٖۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ ١١٢

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.

Menurut Ki Ageng Suryomentaram bahwa hablumminallâh adalah penerimaan. Bahwa Tuhan itu sudah memberikan kepada manusia semuanya, ketika manusia akan dititipkan baik jiwa, ruh dan sebagainya. Namun, Bagaimana kita sebagai manusia, mengelaborasi diri untuk diri pribadi karena Tuhan sudah melimpahkan semuanya.  Bekitu pula dengan hablumminannâs, yakni setiap manusia itu adalah cerminan dirinya sendiri. Ketika perbuatan seseorang baik ataupun jahat maka perbuatan tersebut pun bisa terjadi pada diri manusia itu sendiri.

  • QS. Qâf/50: 6

وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهِۦ نَفۡسُهُۥۖ وَنَحۡنُ أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ ٱلۡوَرِيدِ

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya

Menurut Ki Ageng Suryomentaram bahwa Ibadah yg benar adalah orang yg tidak lagi mencari tuhan diluar dirinya, karena Tuhan sudah ada dalam dirinya sedekat urat leher.

  • QS. Al-Lahab/111: 5

فِي جِيدِهَا حَبۡلٞ مِّن مَّسَدِۢ

Yang di lehernya ada tali dari sabut

Ayat tersebut mengandung dua makna. Pertama, Membawa tali dari sabut, artinya karena bakhilnya, dicarinya kayu api sendiri ke hutan, dililitkannya kepada lehernya, dengan tali daripada sabut pelepah kurma, sehingga berkesan kalau dia bawanya berjalan. Kedua, membawa kayu api kemana-mana, atau membawa kayu bakar. Membakar perasaan kebencian kepada Rasulullah dengan mengada-adakan yang tidak ada. Tali dari sabut pengikat kayu api fitnah, artinya bisa menjerat lehernya sendiri.

Spiritualitas tasawuf qurani jawi pemikiran Ki Ageng Suryomentaram dalam olah jiwa menitikberatkan pada rasa manusia dalam hal spiritual untuk menjalankan sebuah hidup bahagia dan bukan pada hanya aspek fisik saja. Aspek spiritual harus tumbuh pada rasa diri manusia itu sendiri, sedangkan aspek fisik akan timbul setelah tumbuhnya aspek spiritual yang dijalankannya. Aspek spiritual harus sejalan dan berdampingan dengan aspek fisik hingga menjadikan rasa diri manusia yang paripurna.

Ki Ageng Suryomentaram dalam buah pemikirannya yang dituangkan dalam buku “Ilmu Kawruh Jiwa Suryomentaram, Riwayat dan Jalan Menuju Bahagia” menegaskan bahwa beliau mengajak kita sebagai rakyat Indonesia untuk merasakan rasa-rasa kehidupan, meneliti setiap rasa, dan meraih makna sesungguhnya atas rasa bahagia. Karena kebahagiaan itu tidak ada di luar sana, namun di dalam diri sendiri. Bahagia yang bebas, merdeka tidak tergantung waktu, tempat dan keadaan. Tulisan ini mencoba mengajak kita semua untuk bisa merasakan kebahagiaan yang ada dalam diri kita sehingga mencapai manusia yang paripurna dengan kebahagiaan yang hakiki yang diberikan oleh sang Pencipta, Allah SWT.

Editor

ABS

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *