Guillaume Postel dan Kontribusinya terhadap Studi Al-Qur’an di Barat Abad ke-16

Guillaume Postel adalah seorang cendekiawan, teolog dan linguistik Prancis yang memiliki kontribusi penting dalam studi Al-Qur’an, khususnya pada abad ke-16 Masehi (Brannon Wheeler, 2012, 2). Postel adalah salah satu dari sedikit cendekiawan Eropa pada zamannya yang mempelajari dan menekuni studi Al-Qur’an. Kontribusinya dalam Studi Al-Qur’an sangat berarti. Ia membantu membangun jembatan pemahaman antara Eropa dan dunia Muslim pada masa itu, dan karyanya menjadi landasan dalam studi Al-Qur’an pada era berikutnya.

Pemikiran Guillaume Postel tentang Al-Qur’an mencakup beberapa aspek penting. Berikut ini adalah beberapa poin utama dalam pemikirannya tentang Al-Qur’an:

Bacaan Lainnya

Pertama, Pendekatan Simbolis. Postel menganut pendekatan simbolis dalam memahami Al-Qur’an. Pendekatan simbolik dalam Al-Qur’an adalah pendekatan untuk memahami ayat-ayat dengan melihat makna simbolis yang terkandung di dalamnya (Petry 2004: 39). Dalam pendekatan simbolik, ayat-ayat dalam Al-Qur’an dianggap memiliki makna yang lebih luas daripada makna harfiahnya. Simbol-simbol yang digunakan dalam Al-Qur’an dapat merepresentasikan konsep-konsep abstrak, atau pesan-pesan yang melampaui dimensi materi.

Dalam pemikirannya, ia melihat simbolisme dalam Al-Qur’an sebagai sarana untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang realitas spiritual. Postel tertarik pada simbolisme dalam Al-Qur’an dan melihatnya sebagai bahasa spiritual yang kaya dan mendalam, serta mampu mengarahkan manusia ke pengalaman-pengalaman mistik. Ia juga berpendapat bahwa makna sebenarnya dalam Al-Qur’an tidak hanya dapat dipahami secara literal, tetapi juga melalui interpretasi simbolis.

Dia melihat simbolisme sebagai bahasa yang digunakan dalam Al-Qur’an untuk mengungkapkan kebenaran yang tidak dapat diungkapkan secara langsung melalui kata-kata biasa. Menurutnya, dalam rangka memahami simbolisme dalam Al-Qur’an perlu melibatkan penelitian dan refleksi yang mendalam (Kuntz 1997: 26-29). Misalnya, Ayat tentang “hati yang buta” dalam Surah Al-Hajj [22]: 46,

“Tidakkah mereka berjalan di bumi sehingga hati mereka dapat memahami atau telinga mereka dapat mendengar? Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang berada dalam dada.”

Pendekatan simbolis dalam ayat ini memaknai “hati yang buta” sebagai kondisi spiritual manusia yang kehilangan kepekaan terhadap kebenaran dan ketundukan kepada Allah. Hati yang mati bukanlah kondisi fisik, tetapi melambangkan keadaan kehidupan spiritual yang terhenti dan kehilangan hubungan dengan Tuhan. Ayat ini mengajak manusia untuk menghidupkan kembali hati mereka melalui iman, amal saleh, dan pencarian kebenaran.

Pendekatan simbolis Postel dalam memahami Al-Qur’an mengajak orang untuk melampaui pemahaman literal dan mencari makna yang lebih dalam. Simbol-simbol dalam Al-Qur’an dianggap sebagai pintu gerbang ke pemahaman spiritual yang lebih tinggi. Dengan demikian, pendekatan simbolis Postel mengundang manusia untuk menjelajahi dimensi spiritual Al-Qur’an melalui interpretasi yang berpusat pada makna simbolis yang melampaui pemahaman harfiah.

Postel telah mengawali studi Al-Qur’an di Barat pada abad pertengahan dengan pendekatan-pendekatan ilmiah untuk melahirkan suatu pemahaman yang lebih luas tentang teks Al-Qur’an. Pemikiran dan gagasan Postel mengenai dimensi simbolis Al-Qur’an telah mengilhami para orientalis dan cendikiawan Muslim abad berikutnya, sehingga muncullah beragama pendekatan yang serupa seperti semiotik, sebagaimana digagas oleh Ferdinand de Saussure, Charles Sanders Peirce, Roland Barthes, dan lain-lain.

Selain itu, pendekatan simbolik dalam studi Al-Qur’an dan agama secara umum telah berkembang di kalangan orientalis dan peneliti agama pada abad-abad berikutnya. Misalnya, Carl Gustav Jung, seorang psikolog terkenal, mengembangkan teori simbolisme dan arketipe yang mengarah pada pemahaman simbolis dalam agama, termasuk Al-Qur’an. Salah satu karya terbesarnya tentang teori simbolisme adalah “Símbolos de Transformación.”

Kedua, Spiritualitas Al-Qur’an. Postel mengakui nilai ketinggian spiritual yang terkandung dalam Al-Qur’an. Ia memandang Al-Qur’an sebagai sumber hikmah dan pengetahuan yang harus dipelajari dan dipahami dengan sungguh-sungguh (Petry 2004: 40-43). Ia percaya bahwa Al-Qur’an memiliki potensi untuk membimbing manusia menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang Tuhan dan kehidupan rohani. Selain itu, pendekatan simbolis dan spritualitas Al-Qur’an memiliki korelasi yang sangat erat.

Bagi Postel, simbolisme dalam Al-Qur’an dapat mengungkapkan pengetahuan spiritual yang tersembunyi dan membawa manusia lebih dekat kepada pengalaman mistik. Ia tertarik pada bahasa dan simbol-simbol yang digunakan dalam Al-Qur’an, dan melihatnya sebagai alat untuk mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi. Misalnya, ayat tentang “taman surga” dalam Surah Ar-Rahman [55]: 54-55.

Dalam pendekatan simbolis, “taman surga” dijelaskan sebagai gambaran surga yang indah dan kebahagiaan yang melambangkan kenikmatan spiritual dan kehidupan abadi yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang bertakwa. Ayat ini bukan hanya menggambarkan taman fisik, tetapi juga mewakili keadaan keselamatan, kebahagiaan, dan keberlimpahan spiritual yang dapat diraih oleh orang-orang yang mengabdikan diri kepada Allah.

Studi tentang spiritualitas dan dimensi sufistik Al-Qur’an oleh Postel telah menarik minat banyak pemikir setelahnya. Salah satunya adalah William C. Chittick Seorang profesor Amerika yang telah menulis banyak buku tentang sufisme dan teologi Islam. Ia telah memberikan kontribusi penting dalam memperkenalkan dan memahami aspek-aspek sufisme kepada masyarakat Barat. Salah satu bukunya yang cukup populer di Barat adalah “Sufism: A Short Introduction.”

Selain Chittick, yang konsen dalam kajian esoterisme atau dimensi sufistik Al-Qur’an adalah Toshihiko Izutsu, Seorang profesor Jepang yang telah melakukan penelitian tentang filosofi Islam dan sufisme (Lazulfa & Munir, 2022, 636). Buku-bukunya, seperti “Sufism and Taoism: A Comparative Study of Key Philosophical Concepts” dan “Ethico-Religious Concepts in the Qur’an,” memberikan wawasan tentang dimensi spiritual dalam Al-Qur’an.

Ketiga, Pencarian Kesamaan dan Kesatuan. Postel berusaha mencari kesamaan dan kesatuan antara ajaran-ajaran Al-Qur’an dengan ajaran-ajaran Kristen dan agama-agama lainnya (Kuntz, 1983, 299). Ia percaya bahwa pada hakikatnya, semua agama memiliki tujuan yang sama, yaitu mencari kebenaran dan mencapai persatuan dengan Tuhan. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya memahami dan menghargai persamaan-persamaan yang ada.

Postel berpendapat bahwa ada kebenaran universal yang melingkupi semua agama dan kepercayaan. Ia mencari titik temu di antara berbagai ajaran agama, termasuk Islam, dan berusaha untuk menggabungkan pemahaman universal tersebut dalam sebuah pandangan yang lebih inklusif dan menyatukan. Pendekatan simbolis Postel juga mencerminkan upayanya untuk menemukan kesamaan simbolis antara agama-agama.

Postel melihat adanya kesamaan asas dasar antara agama-agama dunia, termasuk Islam dan Kristen. Ia meyakini bahwa pada intinya, agama-agama tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu mengarahkan manusia ke kebenaran dan mencapai persatuan dengan Tuhan. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa penting untuk mencari pemahaman yang lebih mendalam dan melihat kesamaan di antara agama-agama tersebut.

Gagasan tersebut menjadi starting point lahirnya teori-teori baru, seperti intertekstualitas dan intratekstualitas yang sering kali digunakan dalam studi Al-Qur’an. Sehingga lahirlah tokoh-tokoh seperti Roland Barthes, Jacques Lacan, Julia Kresteva yang menyatakan adanya keterkaitan antara suatu dengan teks yang datang kemudian. Intertekstualitas memberikan wawasan tentang cara teks saling berhubungan, meminjam, atau merespons teks lainnya dalam proses pembentukan makna.

Kajian ini ialah dalam upaya untuk memahami kesinambungan dan konsistensi ajaran Al-Qur’an serta mengeksplorasi makna-makna yang lebih dalam di balik pesan-pesan tersebut. Ini juga membantu memperkuat pemahaman dan aplikasi praktis ajaran Al-Qur’an, khususnya dalam konteks hubungan antar umat beragama. Dengan demikian, ada 3 konsep dan gagasan Guillaume Postel yang cukup berpengaruh terhadap studi Al-Qur’an, yaitu: pendekatan simbolis, spritualitas atau dimensi sufistik Al-Qur’an dan kajian titik temu.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *