Sebagai kitab suci umat Islam, al-Qur’an tidak hanya memuat hukum dan perintah, tetapi juga memuat berbagai kisah yang sarat makna dan pelajaran (Al-Suyuti, 2019: 433). Kisah-kisah dalam al-Qur’an tidak hanya berfungsi sebagai narasi historis, tetapi lebih dari itu, untuk menyampaikan pesan moral dan spiritual yang mendalam (Shihab, 1993: 52). Salah satunya kisah Dzul Qarnain yang diabadikan dalam surah Al-Kahfi [18]: 83-101.
Kisah Dzul Qarnain menjadi salah satu kisah yang menarik perhatian banyak mufasir dan cendekiawan karena menawarkan berbagai dimensi pembelajaran yang relevan. Dalam al-Qur’an, kisahnya mencakup perjalanan ke berbagai belahan dunia dan upayanya dalam membangun tembok untuk melindungi manusia dari kerusakan (Al-Ghazali, 2000: 237). Artikel ini akan mensarikan kesan makna prinsip dalam politik kebangsaan dalam kisah Dzul Qarnain melalui tafsiran Muhammad al-Ghazali (w. 1996) dalam karyanya Nah{wa Tafsir Maudhu’i Li Suwar al-Qur’an al-Karim.
Potret Dzul Qarnain dalam al-Qur’an
Kisah Dzul Qarnain dalam al-Qur’an hanya terangkum pada Q.S. Al-Kahfi [18]: 83-101 saja. Kisah ini menawarkan potret seorang tokoh sejarah yang heroik. Para sejarawan dan mufasir berbeda pendapat tentang siapa tokoh yang memiliki gelar ini. Meskipun demikian, al-Qur’an menggambarkan identitas pasti Dzul Qarnain sebagai sosok yang berkuasa dan bijaksana (Al-Ghazali, 2000: 237). Secara runtut, kronologi kisah Dzul Qarnain dalam al-Qur’an adalah sebagai berikut:
Pertama, pengantar. Kisah Dzul Qarnain dimulai pada ayat 83-84. Adapun sebab turunnya ayat ini menurut Ibnu Asyur berkaitan dengan pertanyaan dari pendeta Yahudi yang bersekutu dengan orang kafir Mekah untuk menguji kenabian Muhammad Saw. mereka bertanya terkait para pemuda yang hilang (ashab al-kahfi), roh, dan sosok pengembara yang dikenal dengan Dzul Qarnain (Ibnu Asyur, 1984: 17-18).
Kedua, perjalanan pertama pada ayat 85-86. Dzul Qarnain melakukan perjalanan ke arah barat dan menemukan matahari terbenam di tempat yang sangat jauh. Ia bertemu kaum yang hidup dalam keadaan primitif. Ketiga, perjalanan kedua pada ayat 89-90. Setelah perjalanan ke barat, Dzul Qarnain melanjutkan perjalanannya ke arah timur. Di tempat ini, ia menemukan sebuah kaum yang hidup dalam cuaca yang ekstrem.
Keempat, pada ayat 92-94 menjadi perjalanan ketiganya ke arah utara di antara dua gunung. Ia bertemu dengan kaum yang takut terhadap ancaman dari luar. Kemudian kelima, pembangunan tembok pertahanan pada ayat 95-98. Dzul Qarnain membangun tembok yang terbuat dari besi agar terlindungi dari serangan Yakjuj dan Makjuj.
Setelah membangun tembok, kisah Dzul Qarnain berakhir pada ayat 99-101. Ia meninggalkan tempat itu dan menegaskan bahwa pada akhirnya, tembok tersebut akan hancur dan keputusan akhir adalah milik Allah (Shihab, 2005: 112-130).
Tafsir Tematik Muhammad Ghazali (w. 1996)
Syekh Muhammad Ghazali (selanjutnya disebut Ghazali) ialah ulama dan filsuf Islam, yang dikenal karena kontribusinya terhadap pemikiran Islam dan upayanya untuk menyelaraskan ajaran Islam tradisional dengan isu-isu kontemporer (Yusuf al-Qaradhawi, 2000: 111). Ia lahir pada tahun 1917 di Mesir dan meninggal pada tahun 1996. Ghazali termasuk tokoh kunci dalam gerakan Ikhwanul Muslimin, yang menekankan perlunya pembaruan dan reformasi Islam (Suryadi, 2008: 27).
Karyanya mencakup berbagai bidang, termasuk teologi, dakwah, hadits, dan tafsir (‘Uwais, 2000: 11-14). Salah satu kontribusinya yang menonjol adalah kritiknya terhadap sekularisme dan pembelaannya terhadap nilai-nilai Islam di dunia modern. Ia menganjurkan untuk kembali ke prinsip-prinsip inti Islam sambil menghadapi tantangan-tantangan modern (Imarah, 2008: 9).
Pengaruh Ghazali meluas melalui berbagai bukunya yang telah dipelajari dan diterjemahkan oleh para cendekiawan Islam di seluruh dunia. Kemampuannya untuk terlibat dengan isu-isu kontemporer sambil tetap berpegang pada ajaran Islam tradisional telah menjadikannya tokoh penting dalam bidang keilmuan Islam. Tak heran, jika ia mendapat penghargaan Internasional Raja Faishal dari Kerajaan Arab Saudi dalam bidang pengabdian Islam (Anis, 1996: 7).
Tafsirnya berjudul Nahwa Tafsir Maudhu’i Li Suwar al-Qur’an al-Karim menjadi salah satu karya penting dalam studi tafsir al-Qur’an. Selaras dengan namanya, kitab ini memberikan pendekatan tematik terhadap al-Qur’an dengan tujuan untuk memahami dan menjelaskan pesan moral yang terdapat dalam surat-surat al-Qur’an secara lebih sistematis dan terstruktur (Al-Ghazali, 2000: 44).
Dalam kitab ini, Ghazali mengkaji berbagai surat al-Qur’an dan mengelompokkan ayat-ayat berdasarkan tema yang sama (Al-Ghazali, 2000: 5-6). Pendekatan ini mempermudah pembaca untuk mengidentifikasi dan memahami hubungan antara ayat-ayat dalam konteks tema yang dibahas, serta mengaitkan tema-tema tersebut dengan situasi dan tantangan kehidupan modern.
Selain itu, Ghazali juga mengaitkan tema-tema dalam al-Qur’an dengan konteks sosial dan sejarah masa kini. Dengan cara ini, ia menunjukkan relevansi ajaran al-Qur’an dalam konteks masyarakat kontemporer dan memberikan panduan praktis untuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Al-Ghazali, 2000: 6).
Salah satu tujuan utama dari kitab ini adalah untuk menjembatani kesenjangan antara ajaran al-Qur’an dan kehidupan modern. Ghazali berusaha untuk menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dapat diterapkan dalam konteks masalah dan tantangan yang dihadapi umat Islam di zaman modern (Yusuf al-Qaradhawi, 2000: 119).
Prinsip Politik Kebangsaan dalam Kisah Dzul Qarnain
Politik dimaknai sebagai hal-hal yang berhubungan dengan tata kelola pemerintahan dan kenegaraan, sehingga teori politik kebangsaan akan melahirkan sikap patriotisme dan nasionalisme yang luhur. Kebalikannya ialah politik praktis, yang berorientasi pada kekuasaan semata. Sikap politik kebangsaan akan mengedepankan unsur kemanusiaan demi perdamaian dan kesejahteraan (Rofi’i, 2014: 396).
Pada bagian ini, penulis akan mengeksplorasi prinsip politik kebangsaan dengan mengkaji kisah Dzul Qarnain dalam al-Qur’an, sebagai seorang penguasa dan penjelajah yang bijaksana dan adil. Tentunya, kisah ini memberikan gambaran tentang prinsip-prinsip politik kebangsaan yang relevan dan bisa diterapkan dalam konteks kepemimpinan dan pemerintahan modern (Al-Ghazali, 2000: 237).
Berikut adalah beberapa prinsip politik kebangsaan yang tercermin dalam kisah Dzul Qarnain.
Keamanan dan kesejahteraan rakyat
Dzul Qarnain dikenal karena kepemimpinannya yang adil. Dalam perjalanan dan keputusannya, ia menunjukkan komitmen terhadap keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Prinsip ini menggarisbawahi pentingnya pemimpin yang tidak hanya mementingkan kekuasaan semata, melainkan juga untuk keadilan dan perlindungan rakyatnya (Al-Ghazali, 2000: 237).
Hal ini terlihat ketika ia membangun tembok untuk melindungi suatu masyarakat dari ancaman Yakjuj dan Makjuj yang merusak. Tindakan ini mencerminkan tanggung jawabnya untuk melindungi masyarakat dari bahaya eksternal sekaligus memastikan keamanan mereka.
Tanggung jawab sosial dan perlindungan
Kisah Dzul Qarnain juga menekankan tanggung jawab sosial dan perlindungan terhadap masyarakat. Ia tidak hanya fokus pada ekspansi dan penjelajahan, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan dan tindakannya memberikan manfaat kepada masyarakat yang dipimpinnya.
Perjalanannya menuju barat, timur, dan utara untuk membantu masyarakat yang membutuhkan perlindungan dari ancaman dan bencana, dan pembangunan tembok sebagai bentuk perlindungan adalah contoh konkret dari tanggung jawab sosial sebagai pemimpin (Al-Ghazali, 2000: 237).
Kebersamaan dalam persatuan
Dzul Qarnain menunjukkan kepemimpinan yang memperhatikan kebersamaaan dan persatuan. Ia tidak hanya membangun tembok untuk melindungi dari ancaman, tetapi juga berupaya untuk memastikan bahwa masyarakatnya hidup dalam kondisi yang aman dan stabil.
Setelah membangun tembok, ia menyuruh masyarakat untuk memberi hadiah kepada mereka yang telah membantu dalam pembangunan tembok tersebut, mencerminkan perhatian terhadap persatuan, kesejahteraan dan penghargaan terhadap usaha bersama.
Pengelolaan sumber daya dan infrastruktur
Dalam perjalanan dan tindakannya, Dzul Qarnain juga memperlihatkan kemampuan dalam pengelolaan sumber daya dan infrastruktur. Pembangunan tembok memerlukan perencanaan dan pengelolaan yang baik, mencerminkan pentingnya pengelolaan yang efektif dalam pemerintahan.
Teknik dan bahan yang digunakan dalam pembangunan tembok menunjukkan keahlian dan perencanaan yang cermat untuk mencapai tujuan perlindungan yang diinginkan (Al-Ghazali, 2000: 238).
Mempertimbangkan konteks sosial dan kebutuhan masyarakat
Dzul Qarnain tidak hanya bertindak berdasarkan kepentingan pribadi atau kekuasaan semata, tetapi juga mempertimbangkan konteks sosial dan kebutuhan masyarakat yang dipimpinnya. Ini menunjukkan bahwa kebijakan dan tindakan pemerintahan harus mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Pembangunan tembok sebagai perlindungan dari ancaman, menunjukkan keterlibatannya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (Al-Ghazali, 2000: 237).
Integritas dan akuntabilitas
Kepemimpinan Dzul Qarnain juga mengajarkan pentingnya integritas dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Ia menunjukkan bahwa pemimpin harus bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan yang diambil. Dalam semua tindakannya, ia menunjukkan integritas dan akuntabilitas dengan bertindak untuk kepentingan umum dan memastikan bahwa kebijakan dan tindakan yang diambil sesuai dengan prinsip keadilan (Al-Ghazali, 2000: 238).
Kisah Dzul Qarnain dalam al-Qur’an memberikan pelajaran berharga mengenai prinsip-prinsip politik kebangsaan yang kiranya relevan dengan kepemimpinan dan pemerintahan masa kini. Prinsip-prinsip ini mencakup keadilan, tanggung jawab sosial, persatuan, pengelolaan sumber daya, keamanan, dan integritas.
Referensi
Anis, T. (1996). Syaikh Muhammad al-Ghazali: Da’i yang Menulis, terjemahan Masykur Hakim dan Ubaidillah, dalam Muhammad al-Ghazali, Berdialog dengan al-Qur‘an; Memahami Pesan Kitab Suci dalam Kehidupan Masa Kini (hlm. 7). Bandung: Mizan.
Al-Ghazali, M. (2000). Nahwa Tafsi>r Maudhu>’i> Li Suwar al-Qur’a>n al-Kari>m (IV). Beirut: Dar al-Syuruq.
Ibnu Asyur. (1984). Tafsi>r al-Tah{ri>r wa al-Tanwi>r, Juz 16. Tunisia: Dar at-Tunisiah li al-Nasyr.
Imarah, M. (2008). Gejolak Pemikiran Syaikh Muhammad al-Ghazali (K. C. Team (ed.); I). Jakarta: PT. Kuwais Internasional.
Rofi’i, A. (2014). Politik Kebangsaan Nahdlatul Ulama Perspektif Pemikiran KH. Abdul Muchith Muzadi. Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam, 4, 396.
Shihab, M. Q. (1993). Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.
Shihab, M. Q. (2005). Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 8. Jakarta: Lentera Hati.
Suryadi. (2008). Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi; Perspektif Muhammad al-Ghazali dan Yusuf al-Qaradhawi. Yogyakarta: Teras.
Al-Suyu>t{i, J. al-D. (2019). Al-Itqa>n Fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah.
‘Uwais, A. H. (2000). al-Syaikh Muh{ammad al-Ghaza>li; Ta>ri>khuhu> wa Juhu>duhu> wa Ara>’uhu>. Damaskus: Dar al-Qalam.
Yusuf al-Qaradhawi. (2000). al-Syaikh Muhammad al-Ghaza>li Kama> ‘Araftuhu>; Rihlah Nisf Qarn. Beirut: Dar al-Syuruq.