Buku karya Massimo Campanini “The Qur’an: Modern Muslim Interpretations” merupakan salah satu kontribusi penting dalam konteks studi Al-Qur’an modern. Campanini, seorang akademisi dengan latar belakang sejarah filsafat Islam menggunakan pendekatan kritis untuk mengeksplorasi dinamika pemikiran tafsir modern, dari kelompok Salafi hingga gerakan-gerakan Islam kontemporer.
Buku ini mengkaji berbagai aspek penting yang menggambarkan pergeseran paradigmatik dalam konteks studi tafsir Al-Qur’an sepanjang abad ke-20, serta bagaimana dunia Islam merespons tantangan-tantangan tersebut. Campanini dalam pengantar buku ini menjelaskan transformasi besar yang dialami oleh dunia Islam dalam menghadapi modernitas, khususnya melalui upaya tafsir Al-Qur’an di abad ke-20.
Ia menyatakan bahwa umat Islam berada dalam masa atau periode aktivitas intelektual yang begitu intens. Menurutnya, abad ke-20 menjadi titik krusial sebab umat Islam harus berhadapan langsung dengan peradaban Eropa dan konsep modernitas, seperti individualisme, sekularisme, serta ilmu pengetahuan dan teknologi, yang sering kali kontradiksi dengan nilai-nilai Islam tradisional.
Meski traumatis, Campanini berargumen bahwa tanpa adanya interaksi ini, umat Islam akan tetap terisolasi dan senantiasa memiliki sikap otoritarianisme secara negatif, sehingga dapat memperlambat integrasi mereka ke dunia modern. Karena itu, ia menawarkan kerangka kritis untuk memahami bagaimana modernitas menjadi katalis bagi perubahan cara umat Islam menafsirkan Al-Qur’an dan budaya mereka sendiri, yang tentu menjadi fokus utama kajian buku ini..
Bab pertama buku ini membahas perkembangan tafsir Salafi (Traditional Commentary) yang muncul sebagai respons terhadap dampak dominasi Eropa pada akhir abad ke-19. Meskipun berakar pada pandangan tradisional, tafsir Salafi dinilai telah menunjukkan upaya pembaruan dalam kategori eksegesisnya yang dianggap relevan terhadap konteks sosial-politik masa itu.
Selanjutnya, pada bab kedua, Campanini menganalisis tentang “The Qur’an as Text, Discourse and Structure,” yaitu pendekatan literer terhadap Al-Qur’an yang salah satunya diajukan oleh Amin al-Khuli pada awal abad ke-20. Al-Khuli, seorang pakar sastra Arab berhasil memperkenalkan sebuah pendekatan yang menempatkan Al-Qur’an sebagai teks sastra.
Namun pendekatan yang berpusat pada analisis retoris dan estetika ini dinilai bertentangan dengan pandangan tradisional yang menekankan aspek-aspek teologis dan historis dari Al-Qur’an. Hal ini disebabkan karena pendekatan al-Khuli tersebut dianggap dapat mengurangi kesucian dan keabsolutan teks suci (Al-Qur’an) dengan menganggapnya sebagai teks sastra biasa yang dapat dianalisis secara kritis, sama halnya dengan karya sastra lainnya.
Bab ketiga buku ini mendiskusikan seputar Radical exegesis of the Qur’an dengan salah satu fokus kajiannya adalah pemikiran Sayyid Qutb, seorang tokoh utama dalam gerakan Islamisme politik. Sayyid Qutb, melalui karya-karyanya seperti In the Shade of the Qur’an (Fî Dzilâl al-Qur’ân) dan Milestones (Ma’âlim fi al-Tharîq) menekankan pentingnya penerapan syariat atau hukum-hukum Allah secara ketat, termasuk pendirian khilafah/negara Islam yang bersih dari pengaruh sekularisme.
Menurut Campanini, pemikiran Sayyid Qutb tersebut mencerminkan reaksi terhadap kekacauan politik dan sosial di Mesir pada saat itu dan bagaimana konsepsinya tentang pemerintahan yang berlandaskan hukum Islam telah berimplikasi pada munculnya ideologi radikal yang menuntut perubahan drastis, baik dalam struktur sosial maupun politik.
Sementara bab terakhir mengkaji tentang pendekatan hermeneutika pembebasan, dengan fokus pada pandangan Rûhullah Khomeini dalam melawan ketidakadilan dan penindasan. Dalam salah satu karyanya “Islamic Government,” Khomeini menyajikan Qur’an sebagai alat untuk melawan tirani, eksploitasi dan aspek-aspek diskriminatif lainnya. Pendekatan ini menekankan peran Qur’an dalam membela hak-hak kaum tertindas dan pentingnya keadilan sosial dalam konteks sosial dan politik.
Salah satu kekuatan utama buku ini terletak pada keberhasilannya dalam mengurai kompleksitas berbagai pendekatan terhadap interpretasi Al-Qur’an di era modern, yang sering kali dipengaruhi oleh tradisi intelektual, politik, dan sosial yang beragam. Campanini dengan cermat menggarisbawahi bagaimana pandangan-pandangan tradisionalis dan modernis mengenai Al-Qur’an mengalami suatu dialektika dan diskusi panjang, bahkan dalam beberapa kasus berubah menjadi bentuk baru eksistensi Islam.
Buku ini menampilkan suatu diskursus mengenai keterlibatan politik dan sosial yang ditarik dari tafsir Al-Qur’an. Campanini menyoroti bagaimana fenomena politik Islam tidak bisa diabaikan dalam wacana tafsir modern, terutama mengingat pengaruh Sayyid Qutb dalam mengartikulasikan tafsir menjadi landasan bagi banyak gerakan Islam politik.
Buku ini juga memiliki keunggulan dalam keberhasilannya menempatkan para pemikir Muslim kontemporer seperti Mohammad Arkoun, Hasan Hanafi, Ali Shari’ati dan lainnya dalam diskursus ilmiah. Misalnya dalam konteks ini, Mohammed Arkoun mengkritik pemikiran Arab kontemporer sebagai “idéologie du combat,” yang dikatakan telah dimobilisasi oleh perjuangan politik.
Arkoun menilai kecenderungan ini sebagai penghambat perkembangan pemikiran ilmiah. Ia juga berargumen bahwa pendekatan ini cenderung mengabaikan dimensi praktis dari teks suci, yang menjadikannya sebagai aktivitas reflektif semata, tanpa memberikan signifikansi yang berarti.
Selain itu, salah satu kontribusi Campanini dalam buku ini adalah pengenalan pendekatan historis-kritis dalam studi Al-Qur’an, yang banyak dipengaruhi oleh studi Biblikal di Barat. Pendekatan ini bertujuan untuk memisahkan wahyu dari konteks tradisional teologis dan melihatnya dalam kerangka historis tertentu.
Meskipun ia mendukung penggunaan kritik sejarah dalam memahami teks, namun ia tetap hati-hati dalam mengajukan dan mengaplikasikan pendekatan ini. Ia menyadari bahwa bagi sebagian umat Islam, pendekatan semacam ini dapat dilihat sebagai ancaman terhadap the sacredness of the Qur’an (kesucian Al-Qur’an).
Namun, ada beberapa kritik terkait buku ini. Pertama, meskipun Campanini telah berhasil menawarkan pembacaan kritis atas berbagai pemikiran tafsir modern, tetapi dalam buku ini ia terlalu menonjolkan fenomenologi sebagai pendekatan penting dalam memahami Al-Qur’an modern.
Akan teteapi, pendekatan ini tidak mendapat pengujian kritis yang cukup dalam kaitannya dengan pendekatan hermeneutis atau historis lainnya yang juga relevan untuk memahami konteks sosial-politik umat Muslim kontemporer. Dengan demikian, meskipun pendekatan fenomenologi cukup menarik, namun hal itu tampak kurang diletakkan dalam dialog kritis yang seimbang dengan metode tafsir lainnya.
Kedua, meskipun buku ini banyak membahas interpretasi progresif, ada kekurangan dalam memberikan perhatian lebih pada pendekatan atau pandangan tradisional yang juga memiliki pengaruh signifikan dalam dunia Islam saat ini. Campanini tampaknya terlalu fokus pada pemikir modernis, tanpa memberi keseimbangan yang memadai kepada tafsir-tafsir tradisional yang memiliki pendekatan berbeda, namun sama pentingnya dalam diskursus tafsir kontemporer.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, buku “The Qur’an: Modern Muslim Interpretations” adalah sebuah karya penting yang menawarkan pandangan kritis terhadap perkembangan tafsir Al-Qur’an di era modern. Buku ini menyajikan gambaran komprehensif mengenai bagaimana berbagai pendekatan tafsir Al-Qur’an berinteraksi dengan tantangan modernitas dan dinamika politik kontemporer, serta bagaimana respons intelektual umat Islam terhadap perubahan tersebut.
Buku ini relevan bagi akademisi yang ingin memahami bagaimana Al-Qur’an diinterpretasikan dalam konteks tantangan intelektual dan sosial kontemporer. Campanini tidak hanya memberikan ringkasan pemikiran para sarjana Muslim modern, tetapi juga menyajikan analisis yang kritis mengenai bagaimana pemikiran tersebut telah membentuk cara umat Islam memahami teks suci mereka.
Terlepas dari beberapa kekurangannya, buku ini tetap merupakan bacaan penting bagi siapa saja yang tertarik pada studi Al-Qur’an dan pemikiran Islam modern.