Konvontrasi yang dihadapi tanah air tidak bersifat sederhana dan gampang. Negara dengan jumlah 255,5 juta (Sri: 2006, 47) jiwa penduduk tersebut memiliki asas Bhineka Tunggal Ika. Secara tidak sertamerta, agama atau keyakinan yang tumbuh dan dianut memiliki jumlah yang banyak. Sehingga, potensi munculnya enigma dalam konteks keagamaan sangat besar. Adapun sekian agama yang dianggap dan dihormati pemeluknya di Indonesia yaitu Islam, Katolik, Budha, Hindu, Kristen, dan Konghuchu. Nilai positifnya, Indonesia selalu bersedia dan siap untuk menyambut serta menerima keyakinan baru selain islam sebagai agama dengan mayoritas pemeluknya mencapai 87,02% (Putri: 2020)
Pengertian Antropologi Sosial
Secara etimologi, antropologi berasal dari kata Anthropos artinya manusia. Adapun term logos artinya ilmu. Cabang disiplin pengetahuan dalam konteks ini serupa dengan disipin ilmu lainnya seperti ilmu sosial, ilmu tentang uang (ekonomi), ilmu jiwa, dan sebagainya. Pada konteks ilmu sosial dan budaya, antropologi menuntut manusia memahami keadaan lingkungan masyarakat dan adat atau kebiasaan yang menguraikan refleksi, interpretasi, serta mengemukakan persamaan serta perbedaan sosial dan budaya. Adapun kiat-kiat yang ditawarkan berupa disiplin ilmu yang khusus membongkar pengetahuan kebudayaan. (Eko: 2023, 26)
Ilmu sosial tersebut dikenal dengan kebudayaan. Namun, kebudayaan dalam konteks ini hanya meliputi kelompok manusia, bukan hewan maupun makhluk lainnya. Hal ini menjadi sasaran khusus dari riset-riset sosial dan budaya. (Fikki, 2020) Antropologi yang berkaitan dengan budaya merupakan wujud dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan sebagian masyarakat. Kebiasaan tersebut dapat berupa kegiatan-kegiatan positif maupun negatif. Misal, masyarakat Indonesia memiliki budaya atau kebiasaan bersikap moderat dalam beragama. Sehingga, pemeluk agama lain merasa dihormati dan aman. Fenomena tersebut dijadikan sebagai peringatan oleh Alqur’an sejak ribuan tahun yang lalu.
Antropologi Sosial dalam Al-An’am [6]: 108
Kedudukan urgen manusia di agama Islam menuntut indikasi bahwa di antara persoalan yang cukup diperhatikan agama Islam adalah perkara kemanusiaan dalam beragama. Hingga pagi ini, agama dengan mayoritas pemeluknya tersebut tetap konsisten mengawasi sistem sosial, budaya, komunitas, politik, serta ekonomi yang rumit. Sebab itu, Alqur’an sebagai kitab suci mengarahkan umat Nabi tersebut dengan petunjuk-petunjuk yang ada di dalamnya. Di antara petunjuk yang ditawarkan Alqur’an adalah bagaimana seharusnya bersikap dalam menghadapi non-muslim. (Yodi: 2020, 20)
Pembahasan mengenai antropologi tidak dipandang remeh dalam Alqur’an. Sebagai penuntun umat, Alqur’an mendidik hal tersebut berupa ayat-ayatnya yang spektakuler. Dalam konteks antropologi sosial, hal tersebut disinggung dalam Surat Al-An’am [6]: 108,
وَلَا تَسُبُّواْ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّواْ ٱللَّهَ عَدۡوَۢا بِغَيۡرِ عِلۡمٖۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمۡ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِم مَّرۡجِعُهُمۡ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”
Salah satu mufassir kontemporer Indonesia, Muhammad Quraish Shihab, menguraikan dengan tegas bahwa, ayat tersebut turun bukan ditujukan kepada Nabi Muhammmad saw. Pasalnya, beliau adalah pribadi yang suci, luhur budi pekertinya, bukan seorang pengejek dan berkebiasaan baik. Beliau tidak serupa dengan kaum muslimin lainnya yang berpotensi terdorong emosi dalam menghadapi gangguan dan celaan kaum musyrikin. Pasalnya, kaum muslimin pernah diejek dan diolok-olok oleh kaum musyrikin.
Beliau melanjutkan, adapun makna lafad tasubbu> diadopsi dari term sabba-yasubbu denga makna sebuah qawl atau ucapan seseorang yang mengandung penghinaan atau rasa merendahkan terhadap satu hal. Lafad tersebut juga bisa dimaknai dengan memberikan atau menempelkan sesuatu yang negative terhadap seseorang baik hal tersebut benar maupun tidak. Secara langsung, ayat tersebut melarang dengan tegas akan semua bentuk makian kepada kaum musyrikin. Alasan utamanya, makian tersebut tidak menghadirkan maslahat pada agama. Justru, makian tersebut berpotensi menyulut kemarahan dan perkelahian antar agama yang bersangkutan. (Quraish: Lentera Hati, 247)
Konsekuensi Menentang Antroplogi sosial dalam Al-An’am [6]: 108
Keyakinan yang dipervaya setiap manusia tentu saja menyimpan tanda-tanda khusus yang khas dan dilarang untuk diganggu. Tanda-tanda yang dimaksud dapat berupa sesembahan, figure panutan, atau literasi yang disucikan, serta ruang yang digunakan untuk ritual penyembahan. Kasus yang terjadi acapkali berupa penghinaan, pelecehan, serta penistaan yang mengundang amarah publik dan meleanggar norma yang ada. Selain itu, penistaan agama juga biasanya berupa perrkataan maupun tulisan yang merendahkan agama tertentu (Aminah, 2018)
Di antara tanda atau simbol yang cukup dianggap sakral dan urgen adalah eksistensi Tuhan dalam agama masing-masing. Kasus merendahkan bahkan menjatuhkan agama dalam konteks ini banyak didapati di dalam negeri. Sebagai contoh, 1 tahun yang lalu ditangkap seorang Tiktoker asal Sumatera Utara dengan kasus penistaan agama Kristen. Permasalahan yang dibahas berupa pelecehan verbal dengan indikasi merendahkan Tuhan atau sesembahan mereka berupa patung yang digantung di atas lalu disembah. Dengan jelas, perbuatan tersebut mengadu dan menantang agama lain dan menuntut ketidaksatuan umat (Goklas: 2023)
Akibat yang disebabkan meninggalkan kiat-kiat berperilaku integrasi sosial cukup variatif dan berpotensi merugikan sesama. Dalam konteks beragama, seseorang yang mencemooh sesama dengan niat menjatuhkan atau melecehkan agama yang dituju sudah cukup dikatakan melawan integrasi bangsa dalam beragama. Oleh karena itu, Alqur’an datang dengan kiat-kiatnya yang selalu relevan di sepanjang zaman sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Sehingga, Antroplogi Sosial dalam Al-An’am [6]: 108 sangat perlu dijadikan acuan dan direalisasikan guna menghindari perpecahan bangsa.
Daftar Pustaka
Aminah, M. The Effect Of Metacognitive Teaching And Mathematical Prior Knowledge On Mathematical Logical Thinking Ability And Self-Regulated Learning. International Journal Of Instruction, 2008.
Ayu, Putri. La Tasubbu” Upaya Preventif Sikap Intoleransi dalam Kehidupan Beragama Perspektif QS. Al-An’am ayat 108”, Rethinking the Paradigm of Humanities Studies In 0. 5 Era: Interpreting, Language, Culture and Lietracy of Strengthening Religious Moderation.
Eko, A Meinarno, Manusia Dalam Kebudayaan Dan Masyarakat: Pendekatan Antropologi dan Sosiologi. Jakarta Selatan: Salemba Humanika, 2023.
Fikki, Wawasan Sosial Budaya: Pengantar bagi kalangan Kesehatan, 2020.
Haryati, Sri. Ilmu Pengetahuan Sosial Geografi. Gelora Aksara Pratama, 2006.
Potabuga, Yodi Fitradi. “Pendekatan Antropologi Dalam Studi Islam”, JURNAL TRANSFORMATIF. Vol. 04, No. 01 (April, 2020), 20.
Shihab, Muhammad Quraish. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2001.
Wisely, Goklan. “Fikri TikToker Deli Serdang Jadi Tersangka Kasus Penistaan Agama Kristen” dalam https://news.detik.com/berita/d-6995903/fikri-tiktoker-deli-serdang-jadi-tersangka-kasus-penistaan-agama-kristen; (diakses tanggal 12 September 2024)22