Kemunculan hermeneutika dalam kajian al-Qur`an menjadi kontroversial di kalangan umat muslim khususnya para pemerhati kajian tentang al-Qur`an. Sebagian dari kalangan muslim ada yang menerima, ada yang menolak secara utuh, namun ada pula yang menjadi penengah antara perbedaan tersebut. Penolakan terhadap hermeneutika berlandaskan pada dalil bahwa hermeneutika berasal dari khazanah keilmuan Barat sehingga dikhawatirkan dapat merusak tatanan kaidah penafsiran al-Qur`an dan dapat membawa dampak buruk bagi keteguhan iman umat Islam tentang status al-Qur`an, sebab ontensitasnya sebagai kalam Allah SWT akan tergugat. Al-Qur`an akan diberlakukan sama dengan teks-teks yang lain dan dianggap sebagai teks historis, padahal sebenarnya adalah tanzil. Di antara pihak yang menolak adalah Adian Husaini. (Wahyudi, 2006: 7)
Menurut Adian Husaini hermeneutika bukan hanya sekedar tafsir, melainkan satu metode tafsir tersendiri atau satu filsafat tentang penafsiran, yang bisa sangat berbeda dengan metode tafsir al-Qur`an. (Husaini, 2007: 8) Sebuah metode yang awalnya diterapkan untuk Bibel, lantas tidak cocok untuk al-Qur`an. Sebab konsep teks Bibel dan al-Qur`an sangat berbeda. (Muchtar, 2018: 20) Adian Husaini mengatakan bahwa Bibel diyakini sebagai teks yang ditulis manusia yang mendapatkan inspirasi dari Roh Kudus. Sementara, al-Qur`an bukanlah kitab yang mendapat inspirasi dari Tuhan, sebagaimana dalam konsep Bibel. Al-Qur`an adalah kitab yang tanzil, lafzhan wa ma’nan minallah (lafaz dan maknanya dari Allah).
Hermeneutika sebagai metode penafsiran tidak hanya fokus pada teks, tetapi juga menyelami kandungan makna literalnya dengan mempertimbangkan horizon pengarang, pembaca, dan teks itu sendiri. Saat al-Qur`an dipandang sebagai teks bahasa dan produk budaya alih-alih kalam Allah, ia dapat ditelaah secara historis tanpa terikat pada pemahaman Rasulullah dan sahabat. Pendekatan ini membuka kemungkinan bias interpretasi al-Qur`an sesuai nilai-nilai budaya dominan, seperti budaya Barat. (Shahrur, 2004: 31)
Menurut Sahiron Syamsuddin, penolakan terhadap hermeneutika oleh Adian Husaini menunjukkan adanya penyederhanaan pandangan terhadap metode hermeneutika itu sendiri. Adian Husaini cenderung hanya merujuk pada satu aliran hermeneutika Barat, yaitu hermeneutika dekonstruksi, yang memberikan kebebasan penuh kepada penafsir untuk menentukan makna teks, sehingga seolah-olah makna yang dimaksudkan oleh pengarang teks tidak lagi relevan. (Syamsuddin, 2017: 41) Padahal, selain hermeneutika dekonstruksi, masih ada aliran lain yang lebih obyektif, seperti hermeneutika yang dikembangkan oleh Schleiermacher. Contohnya adalah teori gramatikal dengan tiga prinsipnya yang sangat relevan untuk kajian dan penafsiran al-Qur`an.
Menurut Al-Baghdadi cara menafsirkan al-Qur`an harus sesuai dengan cara al-Qur`an itu sendiri. Menurutnya menafsirkan al-Qur`an harus secara tekstual dan bukan kontekstual. (Husaini 2007: 49) (1) Penjelasan makna kata-kata dalam susunan kalimatnya dan makna susunan ayat-ayatnya sesuai apa adanya. (2) Al-Qur`an harus dipahami sesuai dengan bahasa Arab. (3) Persoalan yang dibawakan oleh al-Qur`an adalah Risalah Ilahiah yang diamanatkan kepada seorang Nabi dan Rasul untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. (4) Menafsirkan setiap kata harus berdasarkan bahasa Arab tidak boleh menggunakan bahasa lain. (5) untuk memahami kisah sejarah atau berita tidak perlu tambahan dari Taurat atau Injil. (6) Tidak boleh menganggap al-Qur`an teori-teori ilmiah dan fakta ilmiah ke dalam penafsiran al-Qur`an. (7) Ulama salaf memahami al-Qur`an sesuai ijtihad masing-masing dan itu dibenarkan dalam syariat.
Dampak Hermeneutika
Apabila hermeneutika digunakan untuk menafsirkan al-Qur`an akan menghilangkan kesakralan al-Qur`an sebagai wahyu illahi, karena hermeneutika dimulai dengan sikap skeptis (ragu-ragu), dan dilanjutkan dengan sikap kritis terhadap teks. Sedangkan al-Qur`an diyakini secara mutlak berasal dari Allah, dan bukan perkataan manusia. Penggunaan hermeneutika hanya akan menurunkan derajat validitas al-Qur`an. Adian Husaini meyakini bahwa penerapan hermeneutika dalam penafsiran al-Qur`an adalah merupakan kekeliruan dengan beberapa sebab:
Relativisme Tafsir
Para pengaplikasi hermeneutika menganut paham relativisme tafsir. Tidak ada tafsir yang tetap. Semua tafsir dipandang sebagai produk akal manusia yang relatif, kontekstual, temporal, dan personal. Berangkat dari paham ini, maka tidak adalagi kebenaran yang bisa diterima oleh semua pihak. Semua manusia bisa salah.
Paham relativisme sangat berbahaya karena (1) menghilangkan keyakinan akan kebenaran dan finalitas Islam, (2) menghancurkan bangunan ilmu pengetahuan Islam yang lahir dari al-Qur`an dan Sunnah Rasul yang sudah teruji selama ratusan tahun. Disatu sisi ilmu hermeneutika hingga kini masih merupakan upaya coba-coba beberapa ilmuan kontemporer yang belum membuahkan pemikiran Islam yang utuh dan komprehensif, dan (3) menempatkan Islam sebagai agama sejarah yang selalu berubah mengikuti zaman. Dalam pandangan mereka tidak ada yang tetap dalam Islam. (Husaini, 2007: 20)
Curiga dan Mencerca Ulama Islam
Para pendukung metode ini juga tidak segan-segan memberi tuduhan yang membabi buta terhadap banyak ulama Islam yang terkemuka. Salah satu contoh seperti Imam Syafi’i, yang berjasa merumuskan metodologi keilmuan Islam, yang tidak dikehendaki oleh para pendukung hermeneutika. Para mufassir, muhadditsin, dan para ulama ushul fiqih, telah memiliki metode yang kokoh dalam menafsirkan al-Qur`an. Imam Syafi’i sendiri selain dikenal sebagai ulama ushul fiqih yang brilian juga dikenal sebagai mufassir. Beliau dijadikan panutan oleh para ulama dan umat Islam sedunia. Ketokohan dan keilmuan beliau diakui dan tidak diragukan lagi. Namun dikalangan pendukung hermeneutika Imam Syafi’i dijadikan bahan kritikan dan bahan pelecehan.
Dekonstruksi Konsep Wahyu
Dampak besar lainnya adalah bahwa pendukung hermeneutika masuk pada wilayah mempersoalkan serta menggugat otentisitas al-Qur`an sebagai kitab yang lafaz dan maknanya dari Allah. Mereka cenderung memandang teks sebagai produk budaya (manusia) dan abai terhadap hal-hal yang sifatnya ilahiyah. Seperti pendapat Nashr Hamid Abu Zaid memandang bahwa al-Qur`an adalah produk budaya Arab. ia tidak bisa melakukan penafsiran ala hermeneutika, kecuali dengan terlebih dulu menurunkan derajat status teks al-Qur`an dari teks wahyu menjadi teks yang memanusiawi; bahwa al-Qur`an yang sudah keluar dari Nabi Muhammad adalah bahasa Arab biasa. Karena bahasa adalah produk budaya, maka al-Qur`an yang berbahasa Arab juga produk budaya Arab. Teori ini secara tersamar atau terang-terangan menyatakan, bahwa Muhammad-lah sebenarnya yang merumuskan kata-kata al-Qur`an yang berasal dari wahyu (inspirasi) yang berasal dari Allah.
Kontroversi yang terjadi dalam menyingkapi hermeneutika untuk memahami al-Qur`an berkisar pada historisitas hermeneutika, ketidaksamaan hermeneutika dengan tafsir, perbedaan karakter al-Qur`an dan Bibel, subjektivitas dan relativitas hasil penafsiran, reproduksi makna dan kontekstualitasnya, tidak detail, dan tidak prosedural. Kelompok konservatif memang cenderung menolak hermeneutika, meskipun sebenarnya mempunyai tujuan yang sama, yakni menjelaskan maksud dan pesan al-Qur`an sebagai kitab petunjuk pada umat manusia yang sesuai pada setiap waktu dan tempat (shâlih likulli zamân wa makân)
Dengan demikian, pandangan Adian Husaini, hermeneutika lebih relevan dipergunakan sebagai metode tafsir bible, dan tidak relevan jika diaplikasikan sebagai metode tafsir al-Qur`an, karena berpotensi besar membubarkan ajaran-ajaran Islam yang sudah final, dan itu sama artinya dengan membubarkan Islam itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Husaini, Adian, dan Abdurrahman al-Baghdadi. Hermeneutika dan Tafsir Al-Qur`an. Jakarta: Gema Insani Press. 2007
Husaini, Adian. Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi. Jakarta: Gema Insani, 2006
Muchtar, M. Ilham. “Analisis Konsep Hermeneutika Dalam Tafsir Al-Qur`an.” dalam Jurnal Studia Islamika, Vol. 13 No. 1 Juni. 2018
Muslim, Ahmad Shobiri. “Problematika Hermeneutika Sebagai Metode Tafsir Al-Qur`an,” dalam Jurnal Empirisme, Vol. 24 No. 1. 2015
Ridho, Abdul Rasyid. “Metode Hermeneutika dan Implementasinya dalam menafsirkan Al-Qur`an. “al-Burhan. Vol.17. No. 2. 2017
Shahrur, Muhammad. Prinsip-Prinsip Hermeneutika Alqur’an Kontemporer. Yogyakarta: eLSAQ Press. 2004
Syamsuddin, Sahiron. Hermeneutika Dan Pengembangan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Pesantren Nawasea Press. 2017.
Wahyudi, Yudian. Ushul Fikih Versus Hermeneutika; Mencari Islam dari Kanada dan Amerika, Cet. V, Yogyakarta: Nawasea Press. 2006