Menyingkap Makna di Balik Simbol serta Implikasi Pemikiran Ricoeur bagi Pendidikan Agama (Sebuah Pendekatan Hermeneutik)

Paul Ricoeur dan Pemikirannya

Jean Paul Gustave Ricoeur terlahir 27 Februari 1913 di Valence. Ricoeur seorang filsuf Prancis dikenal luas atas kontribusinya dalam bidang hermeneutika, yakni studi tentang interpretasi, khususnya dalam memahami simbol (Miswari, 2018: 4). Hermeneutika sendiri merupakan teori tentang interpretasi atau penafsiran teks.

Ricoeur mengembangkan pendekatan hermeneutika yang unik, dengan fokus pada simbol sebagai jembatan antara bahasa dan dunia. Pemikirannya memiliki implikasi yang mendalam bagi berbagai disiplin ilmu, termasuk pendidikan agama. Dalam konteks pendidikan agama, pemikiran Ricoeur menawarkan perspektif yang segar terhadap cara kita menafsirkan teks suci.

Bacaan Lainnya

Simbol sebagai jembatan adalah cocok dipakai di sini, karena Ricoeur adalah seorang pemikir Prancis yang paling sedikit kontroversial dan paling pretensius dibandingkan dengan pemikir Prancis lainnya yang cenderung provokatif dan radikal (Hardiman, 2015: 236).

Bagi Ricoeur simbol bukan hanya sekadar tanda atau representasi. Simbol memiliki dimensi yang lebih dalam, yaitu kemampuannya untuk membangkitkan makna dan pengalaman. Simbol tidak hanya merujuk pada sesuatu yang lain, tetapi juga menciptakan dunia makna baru. Menurut pandangan Ricoeur, simbol adalah tempat pertemuan antara bahasa dan dunia, di mana makna lahir dan berkembang (Indraningsih, 2021: 126).

Ricoeur menguraikan proses pemaknaan simbol dalam tiga tahap, yakni 1) distansiasi, memisahkan diri dari simbol dan melihatnya sebagai objek yang dapat dianalisa; 2) re-presentasi, merekonstruksi makna yang terkandung dalam simbol; 3) dan produktivitas, menciptakan makna baru dari simbol tersebut. Melalui interpretasi, kita memberikan makna yang relevan dengan situasi kita saat ini.

Pendekatan Ricoeur terhadap simbol, memiliki implikasi yang signifikan bagi hermeneutika tafsir. Dalam menafsirkan atau memahami teks suci seperti Al-Qur’an, kita tidak hanya berhadapan dengan kata-kata, tetapi juga dengan simbol-simbol yang kaya akan makna.

Dengan menggunakan pendekatan Ricoeur, kita dapat melakukan analisis simbol-simbol yang terdapat dalam teks suci, di antaranya yakni memahami makna simbolik dalam konteks sejarah dan budaya, menghubungkan makna simbolik dengan pengalaman spiritual kita, menghasilkan interpretasi yang lebih mendalam dan relevan dengan konteks zaman modern (Thompson, 1981: 6).

Hermeneutika Ricoeur, sebelum membahas implikasinya bagi pendidikan agama, penting untuk memahami secara singkat apa itu hermeneutika menurut Ricoeur. Bagi Ricoeur interpretasi bukanlah sekadar proses mengungkap makna yang sudah ada dalam teks, melainkan sebuah kegiatan kreatif di mana pembaca atau penafsir turut berperan dalam menciptakan makna baru.

Proses interpretasi ini bersifat siklikal, di mana pemahaman awal terhadap teks akan mempengaruhi interpretasi selanjutnya, dan begitu seterusnya (Ricoeur, 1998: 53). Pemikiran Ricoeur tidak bisa dipisahkan terhadap ilmu atau pendidikan agama, sebab sejatinya para ilmuwan itu memiliki pondasi yang kuat, salah satunya adalah pondasi keimanan atau roh.

Berikut ini setidaknya ada lima poin utama tentang implikasi pemikiran Ricoeur terhadap pendidikan agama, yaitu:

Teks Suci sebagai Sumber yang Hidup
Pemikiran Ricoeur mendorong kita untuk melihat teks-teks suci bukan sebagai kumpulan dogma yang statis, melainkan sebagai sumber yang hidup yang terus relevan dengan konteks zaman. Teks-teks ini tidak hanya berisi kebenaran mutlak, tetapi juga mengandung berbagai lapisan makna yang dapat terus digali dan diinterpretasi ulang.

Pentingnya Konteks
Ricoeur menekankan pentingnya konteks dalam memahami teks. Makna suatu teks tidak dapat dilepaskan dari konteks sejarah, budaya, dan sosial di mana teks tersebut dihasilkan maupun konteks pembaca yang melakukan interpretasi. Dalam pendidikan agama, hal ini berarti bahwa teks-teks suci harus diajarkan dengan mempertimbangkan konteks sejarahnya, serta konteks kehidupan peserta didik.
Sikap otonom teks akan konteks, dalam arti menafsirkan Al-Qur’an harus lepas dari konteks atau asbaab al-nuzul. Hal ini menurut Nasr Hamid Abu Zaid, tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena pertimbangan bahwa ayat Al-Qur’an tidak semua dinyatakan secara jelas.

Terdapat ayat-ayat yang kurang jelas maknanya dan membingungkan yang tidak mudah dipahami hanya berdasarkan struktur kebahasaannya, melainkan juga kita harus menengok pada konteks atau asbaab al-nuzul (Maf’ula, 2004: 118-119). Di antara ayat-ayat tersebut adalah ayat tentang khamar dalam QS. al-Nisa: 43,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكَارٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ …

Ayat tersebut di atas jika dipahami hanya berdasarkan pada apa yang dinyatakan teks dan tidak dikaitkan dengan yang lain, termasuk asbab al-nuzul, maka akan mengandung pengertian bahwa di luar salat khamar dihalalkan, sehingga hikmah tasyri dan juga masalah halal dan haram terabaikan. Sementara itu, jika ayat-ayat Al-Qur’an tersebut jelas maknanya maka otonomi teks Al-Qur’an dari konteks menjadi mungkin.

Dalam hal ini perlu diingat bahwa pemahaman terhadap Al-Qur’an mempunyai implikasi terhadap dosa dan pahala serta keimanan seseorang, bukan sekadar persoalan membaca atau memahami saja. Al-Qur’an bukanlah teks biasa namun teks suci keagamaan.

Peran Aktif Peserta Didik
Dalam perspektif Ricoeur, peserta didik bukan hanya penerima pasif pengetahuan, tetapi juga pelaku aktif dalam proses pembelajaran. Mereka diajak untuk terlibat dalam dialog dengan teks, mengajukan pertanyaan, dan membangun pemahaman mereka sendiri.

Pendidikan Agama sebagai Proses yang Berkelanjutan
Pendidikan agama bukan sekadar transfer pengetahuan, tetapi merupakan proses yang berkelanjutan sepanjang hayat. Pendidikan agama harus membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir kritis dan reflektif, sehingga mereka dapat terus mengembangkan pemahaman mereka tentang agama.

Pluralisme dan Toleransi
Pemikiran Ricoeur mendorong kita untuk menghargai pluralitas interpretasi. Dengan mengakui pluralitas ini, kita dapat mengembangkan sikap toleransi terhadap perbedaan pandangan dan keyakinan.

Kritik dan Kontroversi

Pemikiran Ricoeur banyak diapresiasi, namun tetap tidak luput dari kritik. Beberapa kritikus berpendapat bahwa pendekatan Ricoeur terlalu menekankan pada subjektivitas pembaca, sehingga mengabaikan aspek objektif dari teks. Selain itu, ada juga yang mempertanyakan sejauh mana kita dapat memisahkan diri dari prasangka dan latar belakang budaya kita dalam menafsirkan simbol.
Sulit diterapkan dalam konteks pendidikan formal. Beberapa kritikus berpendapat bahwa kompleksitas pemikiran Ricoeur membuatnya sulit untuk diterapkan secara langsung dalam konteks pendidikan agama formal. Dibutuhkan upaya yang lebih besar untuk menyederhanakan dan mengadaptasi teorinya agar dapat dipahami oleh siswa.

Meskipun terdapat sejumlah kritik, pemikiran Ricoeur tetap memberikan kontribusi yang signifikan bagi studi agama dan pendidikan agama. Beberapa upaya untuk mengatasi kritik tersebut antara lain fokus pada pembentukan karakter. Selain mengajarkan keterampilan interpretasi, pendidikan agama yang berbasis pada pemikiran Ricoeur juga dapat menekankan pada pembentukan karakter, nilai-nilai moral, dan kesadaran akan pluralitas agama.

Pemikiran Ricoeur menawarkan perspektif yang kaya dan mendalam dalam memahami teks agama. Namun seperti halnya teori lainnya, pemikiran Ricoeur juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kritik yang diajukan terhadap pemikiran Ricoeur dapat menjadi bahan refleksi bagi para pendidik agama untuk terus mengembangkan metode pengajaran yang lebih efektif dan relevan.

Buah karya fenomenal Ricoeur dari sekian banyak kontroversi pemikiran beliau, tidak sedikit juga dari hasil karya-karya beliau yang dijadikan rujukan utama oleh para pemikir-pemikir terkemuka pada era sekarang ini.

REFERENSI
Arrauf, Ismail Fahmi, “Menangkap Pesan Tuhan: Urgensi Kontekstualisasi Al-Qur’an melalui Hermeneutika,” dalam Jurnal At-Tibyan: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Nomor 2. 2018.
Hardiman, F. Budi, Seni Memahami Hermeneutik dari Schleiermacher sampai Derrida, DI Yogyakarta: Kanisius. 2015.
Indraningsih, Hermeneutika Paul Ricoeur dan Penerapannya pada Pemaknaan Simbol, Jurnal Filsafat Volume 21. Nomor 2. 2021.
Maf’ula, Posisi Asbab al-Nuzul dalam Penafsiran Al-Qur’an, skripsi Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadis, UIN Sunan Kalijaga. 2004.
Ricoeur, Paul, From Text to Action: Essays in Hermeneutics, Lanham, MD: Rowman & Littlefield Publishers. 1998.
Thompson, Jhon B., “Editor’s Introduction,” dalam Paul Ricoeur, Hermeneutics and The Human Science, Cambridge: Cambridge University Press. 1981.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *