Tafsir Ayat Gender Perspektif Hermeneutika Double Movement Fazlur Rahman

Biografi

Fazlur Rahman seorang kritikus terhadap teori penafsiran dan teori pemikiran. Ia hidup pada abad ke-20. Tepatnya ia lahir di negeri Pakistan pada 21 September 1919. Rahman yang lahir sebagai Muslim dan hidup dilingkungan keluarga Muslim, maka pantas jika ia menjadi orang yang menginginkan kemajuan terhadap Islam. (Sutrisno, 2006 : 60)

Bacaan Lainnya

Perjalanan keilmuan Rahman berlangsung sejak ia kecil dibawah bimbingan langsung ayah dan ibunya. Perhatian keluarganya mengantarkann iya sebagai hafidz Al-Qurán sejak Umur 10 tahun. (Sutrisno, 2006 : 61) Rahman berkembang dalam Pendidikan agamanya dan umum. Rahman menjalankan pendidikannya di sekolah modern Lahore, Universitas Punjab dengan gelar B.A.-nya dan kemudian mengambil S2 nya sebagai Master of Art (M.A) pada jurusan dan kampus yang sama yaitu di Punjab dan dia juga meneruskan pendidikannya di Oxford University.(Sutrisno, 2006 : 62).

Rahman dalam pemikiran terhadap agama banyak terpengaruh pada budaya madzhab Imam Hanafi. Ini menjadi salah satu sebab Rahman lebih banyak menggunakan akalnya (rasio) dalam menafsirkan dan memahami teks-teks dan keadaan yang menyangkut tentang keagamaan.(Rahman, 1987:13) Hal tersebut tentunya juga dipengaruhi oleh lingkungannya yang mengedepankan penggunaan rasio.

Sebagaimana yang dikembangkan oleh Sayyid Ahmad Khan, Sir Sayyid, Amir Ali dan lain sebagainya.

Ketidak puasan Rahman terhadap penafsiran dan pemahaman tradisional adalah salah satu yang mempengaruhinya untuk merekontruksi metode penafsiran. Rahman menganggap bahwa penafsiran tradisional seringkali terkurung dan membatasi muslim untuk bergerak maju sesuai dengan masanya.(Syukri, 2007:2) Rahman menganggap bahwa masalah pada umat Muslim disebabkan ketiadaan metode yang sesuai untuk mengatasinya.

Teori Double Movement

Pada masanya Rahman memberikan suatu tawaran metode yang dianggapnya lebih kritis, logis dan lebih sesuai. Dia menawarkan metode tafsir atau hermeneutika double movement. Teori double movement adalah teori penafsiran yang menggabungkan atau menghubungkan antara teks dan konteks ayat. Menurut Rahman teori ini adalah teori yang dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan-permasalahan sesuai dengan kondidi yang sedang dihadapi. (Rahman, 1982:6)

Double movement atau dikenal juga dengan teori 2 gerakan, memiliki maksud sebagai berikut : (Rifki, 2013:7)

Gerakan pertama

Gerakan yang pertama ini adalah melihat dan menelusuri suatu teks ayat dan memahaminya sesuai dengan masa dan waktu dimana ayat tersebut diturunkan tanpa melihat Gerakan pemikiran dan penafsiran keadaan kontemporer. Hal ini mencoba mendalami teks atau ayat Al-Qurán sesuai dengan historisnya pada situasi, masa, dan tempat tertentu yang lebih spesifik. Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara benar dan mendalam untuk menggali konsep-konsep umum dan nilai yang terkandung didalamnya.

Gerakan kedua

Gerakan yang kedua ini dilakukan setelah menemui konsep dan nilai-nilai secara umum pada Al-Qurán lalu membawanya kepada konsteks saat ini. Hal ini dapat diartikan bahwa Al-Qurán menyimpan kemaslahatan pada masa diturunkannya hingga saat ini. Sehingga, perlu dikaji secara mendalam sesuai dengan sosio historis saat ini. Dengan begitu, nantinya nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qurán akan terus berjalan sesuai dengan masa yang dihadapinya dan dapat menjadi solusi dari segala permasalahan umat muslim. Selain itu, Gerakan ini nantinya akan memberikan koreksi terhadap pemahaman dan penafsiran masa-masa sebelumnya.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa Rahman menginginkan nilai-nilai Al-Qurán terus bergerak dan tidak terkekang oleh batas-batas tertentu, seperti waktu, tempat dan situasi tertentu. Hal inilah yang nantinya dapat menjadikan manusia tetap konsisten dengan berpedoman pada al-Qurán dalam mengatasi masalah-masalah yang ada.

Penafsiran terhadap ayat gender

 

Permasalan gender selalu menjadi isu yang hangat untuk dibahas. Hal ini terbukti bahwa banyak ilmuan, agamawan dan yang lainnya, terbawa dalam dinamika permasalahannya. Mulai dari permasalahan hak kepemimpinan, hak pekerjaan, hak penampilan dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui bagaimana ayat-ayat yang dianggap memiliki nuansa gender dan diskriminatif jika diteliti menggunakan pendekatan teori double movement yang ditawarkan oleh Fazlur Rahman.

Ayat kepemimpinan laki-laki atas perempuan

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (An-Nisā’  [4]:34)

Dalam Tafsir Ibn katsir disebutkan bahwa ayat ini turun disebabkan pada masa di Madinah para perempuan telah mendapatkan peran bebasnya. Namun, masih terdapat beberapa perlakuan patriarki yang dilakukan pada saat itu sehingga ayat ini diturunkan. (Ibn Katsir, 1999:252) penjelasan ayat tersebut jika dipahami menggunakan teori double movement adalah sebagai berikut :

Gerakan Pertama (keadaan masalalu)

Seperti yang diketahui bahwa bangsa arab adalah bangsa yang sangat kuat tradisi patriarkinya. Pada masa jahiliyah perempuan dianggap sebagai beban, aib keluarga, bahkan mereka membunuh hidup-hidup bayi perempuan yang lahir. Budaya itu tidak hilang hingga Islam datang.

Ayat ini turun pada saat masyarakat arab masih menjalankan sistem patriarki tersebut. Laki-laki bertanggung jawab atas sistem ekonomi, dan sosial dalam rumah tangga. Adapun perempuan umumnya pada masa itu, bergantung pada laki-laki. Sehingga ayat ini diturunkan dengan mencerminkan adat pada masa itu. Hal ini disebabkan karena laki-laki memimpin ekonomi dan sosial keluarga maka dia menjadi pemimpin terhadap perempuan.

Gerakan kedua (konteks saat ini)

Jika dilihat pada masa itu kepemimpinan laki-laki dikarenakan dengan kepemimpinannya terhadap keadaan ekonomi dan sosial yang ada bukan semata-mata karena perbedaan gender. Maka, saat ini perempuan tentunya juga dapat bebas menjadi pemimpin. Hal tersebut tentunya karena pada masa dulu perempuan sangat terkurung dan dilarang untuk beraktifitas bebas tanpa mahromnya, pendidikannya terbatas, sedangkan laki-laki mendapatkan seluruh kebebasannya.

Namun jika, mengamati pada saat ini perempuan memiliki kebebasan yang sama yang dimiliki oleh laki-laki. Bahkan, fenomena yang kemudian muncul saat ini adalah seorang perempuan yang mencari penghidupan untuk rumah tangganya. Dengan begitu maka seharusnya perempuan bisa menjadi pemimpin bagi keluarganya.

Dengan begitu ayat tersebut sebenarnya menjadi respon pada masa itu namun pada saat ini ayat tersebut dapat diambil nilai-nilai kepemimpinannya tetapi tidak terbatas gender. Sebagaimana Rahman menganggap bahwa ayat tersebut tidak memberikan aturan tetap kepemimpinan laki-laki, melainkan hanya menjelaskan sesuai kondisi sosial pada saat itu.

Referensi:

 

Al-Qurán
Sutrisno, Fazlur Rahman: Kajiannterhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006.
Fazlur Rahman, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, Penyunting: Taufik Adnan Amal, Mizan Bandung, 1987.
Ahmad Syukri Sholeh, Metodologi Tafsir Al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman, Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.
Fazlur Rahman, Islam and Modernitas: Tranformation of An Intellectual Tradition, Chicago and London: Univercity Press, 1982, hlm. 6.
Rifki Ahda Sumantri, Hermeneutika Al-Qurán Fazlur Rahman Metode Tafsir Double Movement, Jurnal Komunika, Yogyakarta : UIN Sunan kalijaga, 2013.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *