Ilmuisasi Islam ala Kuntowijoyo dan Implikasinya

Hegemoni Barat atas wilayah di luarnya mengalami perkembangan terutama hegemoni intelektual terhadap keilmuan Timur (Islam). Dimulai dari hal metodologi, produk teknologi, sampai ilmu pengetahuan. Kurangnya kritikan terhadap ilmu pengetahuan apapun yang masuk di berbagai wilayah, salah satunya Indonesia, kemudian membuat Islam mengalami kejumudan panjang.

Islam seolah-olah tidak mampu menandingi ilmu pengetahuan yang dihegemoni oleh Barat. Hal ini ditambah ideologi-ideologi subjektif yang masih dimunculkan oleh tokoh Islam ataupun organisasi. Indonesia sangat kental dengan aroma ideologi-ideologi tertentu misalnya yang dibawa partai politik dan organisasi. Sepanjang sejarah awal abad 19 mengalami polemik politik yang disebabkan partai politik mulai dari Golkar, PPP, dan lainnya (Kuntowijoyo, 1987, p. 2).

Ditambah lagi dengan kentalnya aroma-aroma mistis di Indonesia menyebabkan khususnya umat Islam percaya dengan hal tersebut. Padahal, mistis merupakan sesuatu yang irasional dan tidak faktual. Hal ini menjadi kegelisahan sejarawan dan juga sastrawan bernama Kuntowijoyo untuk memperbarui pola pemikiran Islam.

Semasa Kecil Kunto

Tokoh yang terlahir di Bantul, Yogyakarta pada 18 September 1943 ini bernama Kuntowijoyo, namun lebih akrab dipanggil Kunto. Lahir dari pasangan Sosro Martoyo dan Warasti sebagai urutan anak kedua dari sembilan bersaudara. Ayahnya adalah seorang dalang dan pembaca macapat (puisi Jawa).

Kuntowijoyo merupakan sebuah nama pemberian dari kakeknya bernama Marto Sumo. Kakeknya adalah Kades di Desa Ngawonggo, Ceper, Klaten. Karier politiknya sebagai lurah sangat bagus, sehingga Kraton dianugerahi gelar Raden Demang Marto Sumo. Gelar tersebut merupakan penghargaan yang diberikan kepada lurah terbaik dan tersukses (M. Zainal Abidin, 2014, p. 121).

Diketahui juga bahwa eyangnya merupakan seorang penulis mushaf al-Qur’an menggunakan tangannya. Dilihat dari latar belakang keluarga Kuntowijoyo baik dari ayah maupun dari kakeknya, hal ini mempengaruhi perkembangan pribadinya. Karya-karyanya sarat dengan nuansa sastra budaya Jawa, khususnya pewayangan dan tradisi Islam., mengidentikkan bahwa peran seorang ayah dan kakeknya sangat merasuk ke dalam pribadi Kuntowijoyo (Anwar, 2007, p. 3).

Hidup dilingkungan bernuansa pendidikan, Kuntowijoyo mengawali pendidikan SD di Sekolah Rakyat Negeri Klaten (1956), melanjutkan ke pendidikan di SMA Negeri Klaten pada tahun 1959). Kemudian dipindahkan ke SMA pada tahun 1962 di SMA Negeri Solo. Setelah lulus SMA, pada tahun 1969, Kuntowijoyo melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Gelar master ia raih ketika lulus di University of Connecticut berada di Amerika Serikat tahun 1974 dan tahun 1980 gelar doktor dalam bidang ilmu sejarah diraih dari Universitas Columbia Amerika Serikat dengan judul disertasi “Social Change in an Agrarian Society: Madura 1850-1940” (Iskandar, 2009, pp. 164–165).

Lingkungan hidup Kuntowijoyo tumbuh sangat kental nuansa keislaman, terutama suasana aroma Muhammadiyah, karena sang ayah pun seorang aktivis Muhammadiyah.
Semenjak masa kecil Kuntowijoyo telah rajin membaca buku. Semasa kanak-kanak Kunto selalu mengunjungi Perpustakaan Masyumi dan membaca semua buku yang ditawarkan di sana.

Terdapat satu buku yang sangat dia senangi yaitu bacaan harian “Abadi”, ternyata apa yang dibaca oleh Kunto memiliki pengaruh khususnya harian “Abadi” ini ditunjukkan dengan giat belajar dan berpikir kritis. Kunto berkenalan dengan PII (Mahasiswa Muslim Indonesia), dimana ia belajar mengaji dan juga belajar seni peran.

Jiwa menulis Kunto tidak luput dari peran gurunya, yaitu M. Saribi Arifin dan M. Yusmanan dimana dia diajarkan berpuisi yang bertempat di sebuah surau kecil. Kegiatan di surau ini lah perlahan Kunto mengenal Muhammadiyah dan bergabung dengan Hizbul Wathon (HW), organisasi kepanduan milik Muhammadiyah (Muhammad Zainal Abidin, 2016, pp. 69–70).

Ketertarikan Kuntowijoyo terhadap bidang sejarah muncul ketika guru ngajinya bernama Ustadz Mustajab menceritakan setiap detail tarikh Islam dengan sangat piawai seolah-olah pendengar ikut andil dan masuk ke dalam sejarah tersebut. Kunto menciptakan novel berjudul “Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari” untuk diterbitkan di Harian Jihad.

Beranjak dewasa, Kuntowijoyo membaca karya Hamka, H.B. Jassin, Pramoedya Ananta Toer, Nugroho Notosusanto hingga masuk SMA memiliki pengarang kelas dunia yaitu Charles Dickens dan Anton Chekov (Wangsitalaja, 2001, pp. 12–13).

Mengamati sosio-historis Kuntowijoyo berperan terhadap kepribadian dan keilmuannya dari mulai lingkungan nuansa Islamis, kental budaya Jawa, kesustraannya, bidang kesejarahan menjadi benih energi Kunto dan obsesi dalam menghasilkan berbagai karya. Ada sebuah sebutan menarik yang dilontarkan oleh teman-temannya atas sosok Kunto yang Islami dan budayawan ini dengan sebutan njawani alias Jawa Sekali.

Latar Belakang Kerangka Pemikiran dari Seorang Kuntowijoyo

Kuntowijoyo adalah salah satu pemikir yang memiliki berbagai bidang keilmuan, sebut saja bidang keislaman, tradisi adat, filsafat, sosial, sejarah, sastrawan dan sebagainya. Intelektual keislamannya diperoleh dari keluarganya sendiri dan guru di sebuah surau kecil yang telah memperkenalkan kepada Kunto tentang Muhammadiyah.

Kunto memfokuskan terhadap pengajaran Islam dalam konteks perubahan sosial (Sidik, 2005, p. 243). Kunto memberikan paradigma untuk menjelaskan fenomena yang terjadi (faktual) serta menggapai cita-cita transformatif Islam. Pencapaian ini dicapai dengan mentransformasikan nilai-nilai normatif Islam dan terlebih dahulu mengubahnya menjadi teori ilmiah sebelum mengkontekstualisasikannya dalam perilaku dan tindakan sosial (Manoppo, 2017, p. 25)

Latar belakang pemikiran sejarahnya muncul ketika guru ngajinya bernama Ustadz mustajab menceritakan setiap detail kejadian tarikh Islam dengan sangat piawai seolah-olah pendengar ikut andil dan masuk ke dalam sejarah tersebut. Bidang kebudayaan sangat dipengaruhi oleh ayahnya yang menjadi seorang pembaca macapat dan dalang. Bahkan Kunto mendapat julukan dengan sebutan njawani artinya very Islamic dan very Javanese karena sosoknya yang Islami dan budayawan.

Keilmuan sosial dan filsafatnya diperoleh selama dia menyengyam pendidikan di Amerika Serikat yakni University of Connecticut tahun 1974 dan doktornya di Universitas Colombia dengan judul disertasi “Social Change in an Agrarian Society: Madura 1850-1940”. Pada tahun 1992, Kuntowijoyo terkena serangan virus bernama meningo encephalitis yang mengakibatkan dirinya hanya bisa mengetik dengan dua jari dan dia diberikan keberuntungan, karena virusnya tidak menyerang memori.

Namun, kekurangan kemampuan tersebut tidak menyulutkan semangat Kunto dalam melahirkan karya tulis yang dapat bermanfaat di masyarakat. Hasil kegigihannya baik sebelum sakit maupun setelah mengalami kecacatan organ tubuh, Kunto banyak sekali menghasilkan karya-karya tulisnya, mulai dari cerpen, keislaman, sejarah, sastra, masalah sosial dan lain sebagainya.

Ilmuisasi Islam Ala Kunto

Pemikiran Kuntowijoyo mengkritik mitos dan ideologi sebagai paradigma keilmuan Islam. Dia juga membawa diskursus wacana islamisasi ilmu pengetahuan, kritikannya terletak pada kedudukan pengetahuan dalam Islam, karena baginya pengetahuan adalah produk kebudayaan yang bersifat muamalah dan juga islamisasi ilmu pengetahuan mengingkari objektivasi ilmu pengetahuan itu sendiri.

Oleh karena itu, Kunto melahirkan teori yang disebut dengan ilmuisasi Islam/pengilmuan Islam yang memiliki makna sederhana menjadikan Islam sebagai ilmu. Pengilmuan Islam memiliki tujuan berdasarkan Islam sebagai rahmatan lil alamin, maka konsekuensinya ketika pengilmuan Islam dilakukan akan menunjukkan universalitas Islam sebagai rahmat bagi semuanya bukan hanya bagi individu-individu atau masyarakat muslim (Kuntowijoyo, 2006, p. 6).

Kunto menggunakan istilah ilmu integralistik yang memiliki maksud ilmu yang mengkombinasikan antara wahyu dan Tuhan dan menghasilkan temuan manusia tanpa sedikitpun mengurangi eksistensi Tuhan atau kita kenal dengan sebutan ilmu sosial profetik.

Bertujuan untuk mengaplikasikan misi kenabian khususnya tentang rahmatan lil ‘alamin, karena masih banyak umat muslim menganggap dirinya paling benar dan menyalahkan siapa saja yang berbeda pandangan dengannya. Kuntowijoyo menggunakan periodisasi untuk melihat fenomena sistem pengetahuan masyarakat muslim. Umat Islam menelisik pemahaman pengetahuannya dimulai mitos, ideologi, dan berakhir sebagai ilmu.

Pemikiran ilmu sosial profetik Kunto dilandaskan berdasarkan Q.S. Ali Imran:110 yang artinya “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, supaya memerintahkan kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan berimanlah kepada Allah”. Dalam ayat tersebut muncul tiga konsep yang menjadi dasar ilmu sosial profetik, yaitu ma’ruf, munkar, dan iman (Arifin et al., 2018, p. 13).

Konsep ma’ruf dipahami sebagai humanisasi (memanusiakan manusia), mungkar dengan sebutan istilah liberasi yakni pembebasan diri dari sistem-sistem yang mengikat kita. Terdapat empat sistem sebagai sasaran liberasi, yaitu sistem pengetahuan, sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem politik. Sedangkan konsep terakhir adalah transedensi/keimanan yang bermakna segala aktivitas ditujukan kepada Allah swt.

Implikasi Pemikiran Islam Kunto

Adapun implikasi Kuntowijoyo yang merupakan salah satu pemikir pembaharu yang menguasai berbagai disiplin ilmu, mulai dari sastra, filsafat, sosiologi sampai sejarah. Hal ini dapat menjadi teladan bagi para cendekiawan untuk selalu membuka diri terhadap keilmuan lain.

Konsep pengilmuan Islam yang diupayakan oleh Kunto merupakan sesuatu yang mestinya diterapkan dalam kehidupan saat ini. Tentu, dengan adanya khazanah ini membuat cakrawala pengetahuan baru bahwa perlunya Islam dibentuk secara teori sebagaimana ilmu.

Tujuannya agar Islam memiliki nilai universal yang diakui oleh semua manusia. Jangan sampai mitos dan ideologi yang menancap tegak dalam diri umat Islam, karena keduanya merupakan degradasi kemajuan Islam. Ilmu sosial profetik merupakan suatu ilmu berdasarkan nilai-nilai misi kenabian dan berlandaskan terhadap nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi.

Dimana humanisasi adalah bagaimana kita memanusiakan manusia dengan baik, keluar dari berbagai belenggu yang mengikat, dan mengaitkan segala bentuk kebaikan kepada Allah. Khazanah ilmu sosial profetik ini menginspirasi bidang-bidang lain bahkan dapat melahirkan teori baru bernuansa profetik, seperti psikologi profetik, hukum profetik, pendidikan profetik, sastra profetik, dan sebagainya.

Daftar Pustaka

Abidin, M. Zainal. (2014). Filsafat Ilmu-Ilmu Keislaman Integralistik: Studi Pemikiran Kuntowijoyo. Ilmu Ushuluddin, 13(2), 119–134. https://doi.org/https://doi.org/10.18592/jiu.v13i2.726
Abidin, Muhammad Zainal. (2016). Paradigma Islam Dalam Membangun Ilmu Integralistik: Membaca Pemikiran Kuntowijoyo. In IAIN Antasari Press (I). IAIN Antasari Press.
Anwar, W. (2007). Kuntowijoyo: Karya dan Dunianya. PT Grasindo.
Arifin, S., Tongat, & Wahyudi. (2018). Intelektualisme Profetik. Universitas Muhammadiyah Malang.
Iskandar, S. (2009). 99 Tokoh Muslim Indonesia. Mizan.
Kuntowijoyo. (1987). Religion, State and Social Formation in Indonesia. Southeast Asian Journal of Social Science, 15(1), 1–15. https://www.jstor.org/stable/24491630
Kuntowijoyo. (2006). Islam Sebagai Ilmu. Tiara Wacana.
Manoppo, Y. K. (2017). Pemikiran Kuntowijoyo tentang Metodologi Pengilmuan Islam. Irfani, 13(1), 23–34. http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ir
Sidik. (2005). Paradigma Islam dan Transformasi Sosial (Studi Pemikiran Kuntowijoyo). Jurnal Hunafa, 2(3), 243–250.
Wangsitalaja, A. (2001). Kuntowijoyo: Bermula dari Sebuah Surau. In Horison. Jajasan Indonesia.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *