Secara bahasa kata tauhid diambil dari bahasa Arab yakni masdar dari kata wahhada, yuwahhidu, tauhidan yang berarti satu. Kata tauhidan juga bisa dikatakan satu suku kata dengan wahid yang artinya satu, tunggal, esa. Jadi tauhid dapat berarti mengesakan Allah atau meyakini keesaan Allah. Dalam pengertian lainnya, tauhid diartikan sebagai keyakinan terhadap Allah yang bersifat tunggal. Atau dengan kata lain tauhid mengandung makna keesaan Allah.
Ada juga yang mengartikan tauhid dengan arti beriman kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa dan sering kali tauhid disamakan dengan kalimat tauhid yakni laa ilaaha illallah. Kalimat tauhid ini dalam pandangan Abul A`la Al-Maududi merupakan kalimat deklarasi seorang muslim untuk meyakini dengan sungguh-sungguh keesaan Allah dan bersungguh-sungguh pula untuk mematuhi segala perintah-Nya sehingga dapat membedakan dirinya dengan orang kafir, musyrik, atau ateis.
Dari beberapa pengertian tauhid tersebut di atas menjadikan tauhid memiliki makna yang serupa dengan makna iman yakni sebagai sesuatu yang diyakini atau dii`tiqadkan dalam hati, kemudian diucapkan dengan lisan serta diamalkan dengan anggota tubuh.
Sedangkan secara istilah pengertian tauhid dalam bahasa Indonesia sejalan dengan arti tauhid dalam bahasa Arab tersebut yakni bertauhid berarti mengakui keesaan Allah . Pengertian ini sesuai dengan pengertian yang dikemukakan oleh Muhammad Abduh dalam Risalah Tauhid bahwa bertauhid berarti meyakini Allah adalah Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Juga pengertian tauhid seperti ini sama persis dengan pendapat A. Hanafi dalam Teologi Islam yang menyatakan bahwa arti tauhid adalah percaya dan yakin tentang wujud Tuhan Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, baik zat-Nya, sifat-Nya maupun perbuatan-Nya.
Keyakinan terhadap Allah Yang Maha Esa dan juga Yang Maha sempurna merupakan aspek penting dalam bertauhid. Keyakinan terhadap Allah Yang Maha Esa seperti ini disebut juga dengan istilah akidah. Akidah bisa dikatakan sebagai dasar keislaman seseorang. Akidah secara bahasa Arab berarti ikatan atau keyakinan, dan juga bisa berarti menetapkan. Akidah ini sering juga disebut dengan istilah akidah islamiyyah yakni keimanan yang dimiliki seorang muslim secara teguh dan bersifat pasti hanya iman kepada Allah dengan segala kewajiban yang harus dilaksanakan.
Akidah juga termasuk keyakinan atau kepercayaan terhadap segala sesuatu yang di dalamnya mencakup rukun iman yakni beriman kepada Allah, beriman kepada para malaikat, beriman kepada kitab-kitab, beriman kepada para rasul, beriman pada takdir yang baik dan yang buruk, semua keimanan ini bersumber dari Al-Qur`an dan Sunnah. Akidah atau keyakinan yang tercakup dalam rukun iman tersebut meliputi beberapa konsekuensi yang harus ada yakni terpatri dalam hati yang diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dalam perbuatan.
Akidah atau bertauhid dalam penjelasan di atas maksudnya adalah bertauhid yang tidak sekedar hanya diketahui atau dimiliki, akan tetapi juga harus dihayati dan diamalkan dengan baik dan benar sebagai tugas hamba kepada Tuhannya yang harus dijalani. Dalam hal ini M. Hasby Ash-Shidiqiy dalam Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/kalam berkomentar bahwa bertauhid sekaligus berarti menjalankan kehidupan berdasarkan pada akidah atau suatu keyakinan hanya tunduk dan patuh pada Allah SWT, dan hukum-hukum-Nya serta memerdekakan diri dari selain-Nya.
Hakeem Abdul Hameed dalam Aspek-aspek Pokok Agama Islam sejalan dengan Ash-Shidiqiy, beliau mengungkapkan bahwa bertauhid berarti taat hanya kepada Allah, karena tauhid sebagai sistem kepercayaan yang harus diiringi dengan adanya perilaku seremonial sebagai sistem ritual dalam bentuk menyembah hanya kepada Allah, mengerjakan segala perintah-Nya, meninggalkan segala larangan-Nya yang terdapat dalam Al-Qur`an dan Sunnah. Semua pengertian tersebut memungkinkan untuk dikatakan sebagai gambaran umum esensi tauhid dalam kajian ilmu akidah.
Adapun esensi tauhid yang lebih khusus di antaranya sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur`an Tafsir Maudhu`i atas Pelbagai Persoalan Umat, yaitu tauhid merupakan keyakinan hanya kepada Allah sebagai tuhan Yang Maha Esa semata dan sekaligus pembebasan atau kemerdekaan bagi manusia dari segala keyakinan yang menyimpang.
Kemerdekaan yang didasari oleh nilai-nilai ketauhidan yang tinggi seperti yang diutarakan Shihab dipertegas lagi oleh Sayyid Quthb yang menyatakan bahwa nilai-nilai ketauhidan yang tinggi faktanya dapat menyebabkan seseorang mampu menegakkan kehidupan yang bebas dan tidak tunduk kepada selain Allah, bahkan dapat mewujudkan masyarakat yang baik dan terhormat yang disertai dengan selalu menjunjung tinggi persamaan derajat antara manusia serta mampu menegakkan keadilan sosial. Ini artinya bisa dikatakan bahwa nampak jelas sekali esensi tauhid yang bisa berdampak positif bagi keberlangsungan hidup manusia secara universal.
Dampak positif ketauhidan lainnya juga nampak dalam penjelasan Syafi`i Antoneo dalam buku yang berjudul Teologi Pembangunan Islam: Membumikan Nilai-Nilai Tauhid dalam Kehidupan Umat Islam Modern yang menyebutkan ada beberapa upaya yang dilakukan oleh orang yang bertauhid di dalam kehidupannya yaitu, Pertama, selalu berupaya membebaskan dirinya dari penyembahan kepada selain Allah; Kedua, berupaya untuk mengorientasikan hidupnya ke arah yang lebih baik dan berguna; Ketiga, selalu berupaya mengingat Allah dan takut hanya kepada-Nya sehingga menjadi tenang hidupnya; Keempat, selalu berupaya untuk menjalin persaudaraan di antara sesama muslim dan juga selalu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Apa yang diutarakan oleh Syafi`i pada poin keempat di atas semakin dipertegas oleh Nurcholish Madjid dalam Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan dengan menyebutkan bahwa ajaran tauhid sesungguhnya adalah membebaskan manusia dari kemusyrikan berupa kepercayaan-kepercayaan palsu yang membelenggu jiwa dan memperbudaknya dengan misi utamanya adalah cita-cita untuk menegakkan keadilan dan persamaan hak bagi seluruh manusia. Atau seperti apa yang dirumuskan oleh Azyumardi Azra secara singkat yaitu, “apabila tingkat ketauhidan yang dimiliki manusia itu tinggi, maka rasa kemanusiaanya juga tinggi”.
Dari uraian tentang pengertian tauhid secara bahasa dan istilah sebagaimana yang disebutkan di atas, maka dapat diungkapkan bahwa bertauhid adalah percaya dan yakin tentang wujud Tuhan Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, baik zat-Nya, sifat-Nya maupun perbuatan-Nya. Sedangkan esensi tauhid adalah keyakinan hanya kepada Allah sebagai tuhan Yang Maha Esa semata dan sekaligus pembebasan atau kemerdekaan bagi manusia dari segala keyakinan yang menyimpang yang disertai dengan perbuatan baik yang berguna bagi dirinya sendiri dan bagi keberlangsungan hidup seluruh manusia yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan universal seperti menjalin persaudaraan di antara umat manusia, menjaga perdamaian dunia, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, menegakkan keadilan dan persamaan hak bagi seluruh manusia.
Editor: IS