Jacques Derrida adalah salah seorang teoritis kontemporer keturunan Yahudi yang dilahirkan di Aljazair pada 15 Juli tahun 1930 dan sempat mengalami diskriminasi perang dunia ke 2. Ia menempuh pendidikan di Ecole Normal Superieure, yaitu sekolah elit yang di kelola oleh Michel Foucault dan pembesar filosof Perancis. Pada tahun 1967 beberapa bukunya tentang kefilsafatan dipublikasikan secara serentak, yaitu La Voix et la Phenomene (membahas “tanda” dalam fenomenologi Husserl); L’Ecriture et la Difference (sebuah esai yang membahas problematika kesusastraan, filsafat, psikoanalisis, dan antropologi) dan De La Grammatologie (suatu analisis karya tulis barat tentang teori bahasa, kebudayaan, dan tentang garis besar metodologi dan teoritis).
Edmund Husserl dalam aliran fenomenologi menyatakan adanya ketimpangan antara subjektivitas dan objektivitas, yaitu pada kata hitam-putih, bapak-ibu dan kebenaran-kepalsuan. Namun menurutnya, dengan menggunakan metode fenomenologi kebenaran esensial akan didapat. Derrida tidak menyetujui pendapat tersebut, karena terkesan ada nilai hirarkis. Baginya tidak ada makna yang esensial. Kritik Derrida terhadap Husserl yang lain adalah tentang penghindaran dan penundaannya pada pertanyaan sebuah peran Bahasa dan penandaan dalam fenomenologi.
Sementara pandangan strukturalisme yang ditentang Derrida adalah bahasa yang memiliki makna pasti dan stabil. Derrida juga mengkritik tentang realitas yang terkesan homogen, objektif, dan singular. Dalam hal ini, Derrida mendekonstruksi menjadi makna yang tidak pasti (akan terus mengalami perubahan), plural, fragmentaris, dan heterogen. Salah satu istilah yang dipopulerkan oleh Derrida yaitu dekonstruksi, yang mana istilah ini sangat sulit didefinisikan. Namun secara karakter ada dua sisi yaitu deskriptif dan transformatif. Dengan ini, Derrida mendekonstruksi pemahaman fenomenologi dan mendekonstruksi pemahaman strukturalis yang cenderung subordinasi. Ada beberapa ciri-ciri tentang teori dekonstruksi yang dibangun oleh Derrida yaitu sebagai berikut;
- Mixed gender (subjek yang ditafsirkannya dari berbagai sisi)
- Evokatif (argumentatif dan tidak linear)
- Equivoq (tafsirannya plural dan beragam)
- Satu kata mempunyai makna yang berbeda dengan kata yang lain
Dengan demikian, dekonstruksi tidak hanya melihat satu sisi dalam menafsirkan melainkan melihat berbagai sisi dari apa yang akan ditafsirkan. Darinya akan memunculkan tafsiran yang plural dan beragam dengan didasari argumentasi yang bagus dan komprehensif. Nilai dan makna suatu kata itu tidak utuh (berbeda) dengan suatu teks. Dari sini penting untuk mencari hakekat makna, karena kata dari apa yang kita pahami saja itu belum final, namun hanya bersifat simbol sementara yang bisa jadi berubah dari suatu makna. Dengan demikian agi Derrida, apa pun itu tidak ada terlepas dengan sebuah teks sebagaimana gagasannya yaitu nothing outside the teks. Hal ini menandakan bahwa teks tidak selamanya berbentuk tulisan, namun juga dapat berbentuk tindakan, bangunan, atau apa saja yang menimbulkan penafsiran. Pertanyaan mendasar akan muncul ketika mendekonstruksi sebuah teks.
Strategi analisis dekonstruksi dalam mengkritik strukturalisme terletak pada nilai-nilai dan makna yang membekukan identitas dan mengabaikan keragaman. Hal ini mengakar pada gagasan logosentris yang berdampak pada penindasan intelektual yang memaksa pemikiran untuk tunduk pada sistem yang cenderung dogmatisme dan melegetimasi kebebasan akal.Selain itu, logosentrisme juga memunculkan oposisi biner yang melahirkan nilai-nilai hirarki dan subordinasi. Inilah yang menurut Derrida akan memicu kekacauan berfikir dan selalu. Baginya nilai dan makna berbeda dengan sebuah teks. Sehingga perlu mencari terus menerus hakekat awal sebuah kata.
Bagi strukturalisme, melihat tanda adalah bagian dari sesuatu yang sudah baku dan absolut. Orang yang tertawa menandakan kebahagiaan; orang yang kesakitan dilihat dari raut muka yang meringis dan kesedihan dilihat dari orang yang menangis. Tidak mungkin orang yang tertawa itu sedih dan seterusnya. Dari sini dapat dilihat, bahwa strukturalisme itu terikat oleh struktur yang baku. Seakan-akan prosedur-prosedur baku harus diikuti sebagai bentuk orientasi yang benar dan tidak perlu lagi ditanyakan. Gagasan ini didekonstruksi karena tidak memunculkan inovasi-inovasi baru. Dari paparan di atas, setidaknya ada sisi positif dan negatif ketika dihubungkan dalam dunia tafsir alquran. Berikut gambarannya;
- Sisi positif dekonstruksi
Derrida membongkar paham strukturalis yang meragukan kemungkinan hukum universal. Hal ini menjadi kritik dalam mazhab tafsir yang notabene bisa jadi ada perubahan memahaminya. Menurut Derrida, oposisi subjek dan objek perlu dipertanyakan karena menurutnya objek tidak dapat dilepaskan dari pola subjek dan harus terhindar dari oposisi biner. Dengan demikian, ini menjadi perbendaharaan nalar tafsir alquran. Seperti melihat sisi-sisi atau unsur-unsur hierarki teks yang perlu dibongkar. Nalar ini akan memunculkan dan menunjukkan pembacaan baru terhadap herarki yang sudah ada.
Setelah dibongkar, maka perlu mengidentifikasi hierarki oposisi sebuah teks yang mungkin diistimewakan secara sistematis dan yang tidak. Setelah itu, perbendaharaan nalar tafsir yang diambil dari sisi positif dekonstruksi yaitu memperkenalkan gagasan baru yang mungkin tidak dimasukkan ke dalam unsur-unsur oposisi lama. Langkah-langkah ini tentu berbeda dengan biasanya yang hanya mencari makna dari dalam teks saja dan dianggap tunggal.
- Sisi negatif dekonstruksi
Pemahaman ini hanya berfokus pada jejak-jejak tanda dalam teks, tidak mengkorelasikan sebuah teks dan masyarakat dan tidak mempedulikan maksud si pengarang teks. Kondisi semacam ini, tentu tidak baik untuk nalar tafsir Alquran yang notabene meyakini akan hubungan teks dengan kondisi budaya masyarakat atau teks, penulis dan pembaca. Selain itu, dampak negatif dekonstruksi ini tidak adanya pengakuan atas kebenaran mutlak. Sedangkan nalar alquran itu ada unsur-unsur kebenaran mutlak. Bagi Derrida, kepastian itu tidak ada. Kepastian adalah ketidakpastian. Sedangkan dalam nalar Al-Qur’an kepastian itu ada walau mungkin belum final hasilnya. Ada sisi-sisi yang paten dan ada yang memang perlu dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Fayyadl, Muhammad. Derrida. Yogyakarta: LKiS, Tahun 2009.
Gahral, Donny Adian. Pengantar Fenomenologi. Depok: KoeKoesan, 2016
Izzam, Izzul Islamy, “Madzhab Tafsir Perspektif Post-Strukturalisme.” Tesis. Semarang: IAIN Walisongo, Tahun 2012.
Siregar, Manghiut. “Kritik Terhadap Teori Dekonstruksi Derrida.” dalam Jurnal of Urban Sociology, Vol. 2 No. 1 April Tahun 2019.Sumaryono, E. Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat. Depok: PT Kanisius, Tahun 2019.