Menjaga Keseimbangan

Ada hal yang oleh banyak kalangan terlupakan. Banyaknya aplikasi-aplikasi teknologi informasi yang menawarkan tawaran menggiurkan berupa cepat kaya dengan menakjubkan dengan istilah crazy rich. Yang ternyata semua itu bohong, menyesatkan dan bahkan merugikan masyarakat. 

Itu semua menyadarkan kita pentingnya kembali pada cara-cara memperoleh kekayaan secara syar’i. Yang tidak merugikan masyarakat bahkan negara bangsa. 

Islam tampil menawarkan sistem ekonomi berbasis syari’ah. Sistem yang menengahi antara dua kubu yang saling berseberangan. Kubu spiritualistis yang mengandalkan ikhtiar-ikhtiar spiritual semata, dengan kubu materialistis yang menekankan dominasi aspek kebendaan sambil mengabaikan perlunya upaya moral spiritual. 

Keseimbangan atau equillibrium itu nampak dari ajaran Al-Qur’an yang tidak hanya menekankan aspek spiritual semata, tetapi juga mengedepankan pentingnya usaha-usaha konkret yang halal.

QS. al-Jumu’ah/62: 10 misalnya, “Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung”.

Salat adalah ikhtiar spiritual, sedang bekerja, dagang, usaha mencari karunia Allah SWT berupa rezeki yang halal adalah ikhtiar fisikal material. 

Prof. Dr. Afzalur Rahman, dalam Economic Doctrines of Islam, mengutip bahwa Rasulullah Saw yang menekankan pentingnya mencari penghidupan yang halal merupakan tugas utama umat Islam setelah kewajiban salat. 

Karenanya, bisa dimengerti bila kemudian ulama Islam mengemukakan bahwa kaedah-kaedah seperti bay’ al-haadhir li baad atau bay’ munaabadzah yaitu perdagangan dengan unsur perjudian diharamkan.  Begitu juga trading yang berisi tipu muslihat. 

Seperti marak di media sosial gaya hidup cepat kaya secara gila-gilaan mendapatkan harta dengan cara gambling dan tipu muslihat. Jauh sebelum kasus itu marak, Al-Qur’an sudah mengingatkan, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil tidak benar. Kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguh- nya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. an-Nisa/4: 29)

Sudah terbukti secara nyata, pilihan cepat kaya tanpa mengindahkan pertimbangan-pertimbangan syari’ah adalah menipu, memperdaya, dan merugikan masyarakat luas. Kalau begitu, mengapa kita tidak memilih yang syar’i, selamat, penuh ridha Allah, berkah dan menguntungkan semua? 

Selamat kembali mengikuti, memilih yang syar’i dari yang materialis sekularistik. Semoga Allah SWT memberikan kita semua hidayah, tawfiq, dan ‘inayah-Nya.[]

Editor: AMN

Dr. H. Soetrisno Hadi, SH., MM., M.Si.
Ketua Lembaga Ta'mir Masjid PBNU 1990-2005