Karakteristik Penafsiran Skripturalis dan Substansialis Pada Halaqah Tafsir Al-Qur’an dan Tafsir di Media Sosial Perspektif Muhsin Mahfudz

Muhsin Mahfudz dalam rangka pengukuhan guru besarnya pada bidang ilmu tafsir menyampaikan pidato dengan judul “Kontestasi Tafsir Skripturalis dan Substansialis pada Halaqah Tafsir di Tengah Gempuran Tafsir Al-Qur’an di Media Sosial”. Pidato pengukuhan ini lahir dari hasil observasi pada beberapa praktisi halaqah tafsir yang memberikan pengajian tafsir secara rutin di berbagai masjid di Kota Makassar (Muhsin, 2024, 11).

Secara khusus pidato ini menyajikan hasil riset mengenai kontestasi dua arah antara tafsir skripturalis dan substansialis, pada berbagai halaqah tafsir di Kota Makassar dan masa depan metodologi tafsir di era gencar-gencarnya konten tafsir al-Qur’an pada media sosial. (Muhsin, 2024, 9)

Bacaan Lainnya

Salah satu buah pemikiran beliau yang masih fresh, serta menarik dikaji dan dikembangkan adalah terkait karakteristik penafsiran yang bercorak skripturalis dan substansialis pada halaqah tafsir dan tafsir di media sosial yang ia petakan menjadi tiga karakteristik: objektivikasi teks tafsir; fusi tekstual-kontekstual; insersi realitas ke dalam tafsir.

  • Objektivikasi Teks Tafsir

Karakteristik ini menggambarkan halaqah tafsir yang dimana praktisi tafsir memosisikan teks tafsir sebagai sumber informasi yang otentik serta obyektif yang mengarah kepada objektivikasi teks tafsir. Dengan memosisikan teks tafsir seperti ini, praktisi halaqah tafsir enggan dalam melakukan penafsiran ulang (reinterpretasi) dan sangat berhati-hati dalam memodifikasi hirarki metodologi penafsiran yang sudah sejak lama mentradisi yaitu tafsīr al-Qur’an bi al-Qur’an, lalu tafsīr al-Qur’an bi al-Sunnah, lalu dengan hati-hati melangkah ke penafsiran berikutnya yang hanya sampai pada mufassir salaf. (Muhsin, 2024, 22)

Karakteristik objektivikasi teks tafsir ini juga menempatkan dan memosisikan audiens halaqah tafsir dalam situasi tunggal. Para audiens halaqah tafsir dibiarkan menjadi “pendengar yang baik” tanpa pembacaan kritis terhadap penjelasan tafsir yang disampaikan oleh praktisi tafsir, serta mengabaikan aspek kontekstual audiens tafsir yang mengitari kebutuhannya terhadap informasi dan penjelasan mengenai al-Qur’an. (Muhsin, 2024, 23)

  • Fusi Tekstual-Kontekstual

Karakteristik halaqah tafsir ini dalam prakteknya, praktisi halaqah memutuskan untuk mengambil kitab tafsir tertentu atau kompilasi kitab-kitab tafsir yang memiliki corak yang sama untuk dijadikan sebagai acuan bahan kajian tafsir, lalu pembacaan kitab tafsir tersebut dilakukan di hadapan jamaah dengan mengembangkan isu sesuai dengan konteks jamaah. (Muhsin, 2024, 24),

Karakteristik ini diklaim sebagai model penafsiran yang cenderung paling diterima di masyarakat. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh mereka yang merasa lebih terpuaskan oleh rujukan otoritatif tafsir, tetapi juga praktisi halaqah menampilkannya dengan analisis yang lebih dekat dengan problematika masyarakat sehari-hari, meskipun penulis tafsir berjauhan generasi dengan jamaah masjid. (Muhsin, 2024, 25)

Menurut Muhsin karakteristik penafsiran seperti ini adalah metode penafsiran substansialis yang menarik dikembangkan karena tidak meninggalkan tradisi kajian tafsir sambil tetap mengakomodasi kebutuhan masyarakat dengan informasi dan pemahaman keislaman yang bersumber dari al-Qur’an. (Muhsin, 2024, 28)

  1. Insersi Realitas ke dalam Tafsir

Karakteristik ini memiliki keunikan tersendiri diantara kedua karakteristik sebelumnya, yaitu praktisi halaqah tafsir melakukan kreativitas dengan menginsersi realitas ke dalam tafsir al-Qur’an, agar al-Qur’an benar-benar dapat menjadi solusi terhadap persoalan kehidupan pada masanya. Praktisi halaqah tafsir berupaya menghadirkan al-Qur’an di tengah kegundahan masyarakat urban agar mampu menjadi penawar pikiran dan spiritual. (Muhsin, 2024, 29)

Karakteristik ini mengacu pada dua model yaitu; pertama, tetap menggunakan kitab tafsir sebagai acuan namun hanya dijadikan sebagai landasan pembenaran atau argumentasi terhadap problematika sosial yang diangkat setiap episode halaqah tafsir. Kitab tafsir yang dipilih sama sekali tidak menjadi acuan dalam memilih topik yang akan dijelaskan ke jamaah.

Kedua, menekankan model interaktif dalam halaqah tafsir, dimana praktisi halaqah tafsir tetap mengacu pada kitab tafsir tertentu tetapi dalam penyajiannya diawali dari diskusi dengan topik kajian yang ditentukan oleh jamaah. (Muhsin, 2024, 30-31)

Implementasi Karakteristik Penafsiran Skripturalis dan Substansialis Pada Tafsir di Media Sosial

              Dalam pemaparan pidato pengukuhan guru besarnya, Muhsin tidak terlalu mengelaborasi contoh aspek karakteristik penafsiran skripturalis dan substansialis pada tafsir di media sosial, oleh karena itu penulis mencoba mengembangkan pemikiran Muhsin tersebut dan mendialogkannya dengan tafsir di media sosial.

              Dalam akun instagram hikma.quotes terdapat postingan tafsir al-Qur’an Qs. al-Baqarah: 14 dalam bentuk visualisasi video. Konten yang ditampilkan adalah Qs. al-Baqarah: 14 beserta terjemahannya, lalu disertai keterangan hikmahnya yang berisi penafsiran Syekh Abū Bakar al-Jazairī dalam kitab Aisar al-Tafāsīr yaitu; peringatan dari kelakuan orang munafik yang memiliki dua wajah (bertemu dengan orang ini dengan wajah baik, dan bertemu orang lain dengan wajah buruknya), dalam hadits disebutkan “orang yang paling buruk di antara kalian adalah bermuka dua”.

              Lalu dalam captionnya terhadap postingan tersebut hikmah.quotes memaparkan bahwa Allah menjabarkan banyak sekali ciri-ciri orang munafik dalam al-Qur’an, salah satunya adalah mereka itu bermuka dua. Jika bertemu dengan orang yang ini, ia memperlihatkan perilaku yang baik. Namun jika bertemu orang lain, ia memperlihatkan perilaku yang buruk. Jangan sampai kita orang Muslim memiliki sifat munafik seperti itu. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda “orang yang paling buruk di antara kalian adalah bermuka dua”. “Naudzubillah.”

              Berdasarkan data yang diperoleh dari postingan tersebut, karaktersitik tafsirnya adalah objektivikasi teks tafsir, akun instagram hikmah.quotes enggan untuk melakukan penafsiran ulang, serta memosisikan teks tafsir sebagai sumber informasi yang otentik dan obyektif, dan yang penting juga adalah akun ini membatasi kolom komentar sehingga audiens tafsir dibiarkan menjadi “pendengar yang baik” tanpa pembacaan kritis terhadap penjelasan tafsir yang diposting oleh akun tersebut.

Terdapat pula pengajian tafsir yang diampu oleh Buya Syakur pada akun youtube (alm.) KH Buya Syakur Yasin MA, dimana Buya Syakur membawakan pengajian tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān karya Sayyid Quṭub. Ketika Buya Syakur membacakan frasa ayat Qs. al-Nisa: 102:

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِنْ كَانَ بِكُمْ اَذًى مِّنْ مَّطَرٍ

Lalu Buya Syakur menerjemahkan ayat ini dengan mengatakan dan tidak ada dosa bagi kamu kalau kamu ada rasa sakit karena turun hujan, disambung oleh Buya Syakur dengan menyatakan bahwa:

“kalau hujan di Indonesia mah enak yah, hujan-hujanan sekalian, kalau hujan-hujanan disana bisa mati, bisa pingsan apalagi bulan Januari desember yang sudah musim dingin, bagi yang belum pernah kesana mungkin masa gara-gara hujan aja orang bisa shalat qashar, jadi kalau secara geografis berbeda jangan jadikan alasan karena hujan kita shalatnya bisa qashar”

Sedangkan dalam tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān, Sayyid Quṭub tidak terlalu mengelaborasi hal ini, ia hanya menyatakan bahwa dalam keadaan seperti ini sangat memberatkan dan tidak bermanfaat, cukup dengan waspada saja dengan penuh harapan mendapat pertolongan dari Allah. (Quṭub, 1992, 749)

Berdasarkan data diatas karakteristik pengajian tafsir Buya Syakur dalam akun youtube (alm.) KH Buya Syakur Yasin MA termasuk dalam fusi tekstual-kontekstual, dimana praktisi halaqah tafsir mengembangkan informasi tekstual kitab tafsir ke aspek kontekstual.

Karakteristik insersi realitas ke dalam tafsir juga dapat ditemukan di media sosial, seperti akun youtube NU ONLINE yang memuat konten kajian tafsir tematik yang dibawakan oleh Gus Dhofir Zuhry dengan tema Abu Lahab Kontemporer. Dalam penjelasannya Gus Dhohir Zuhry mengutip pendapat Mutawalli al-Sya’rawi yang mengatakan bahwa kalau al-Qur’an ini tidak menyebut nama, tapi menyebut gelar, laqob, atau kunyah maka peritiwa ini sangat mungkin berulang kembali. Dalam konteks inilah Gus Dhofir Zuhry menyatakan bahwa Abu Lahab kan bukan nama asli, nama aslinya adalah Abdul Uzza maka peristiwa atau Abu Lahab Abu Lahab modern, Abu Lahab Abu Lahab kontemporer akan terus ada.

lalu Gus Dzohir Zuhry mulai mengkontekstualisasikan sosok Abu Lahab kontemporer kedalam realitas masyarakat, yaitu akan binasalah, akan hancur, sengsara, mengalami malapetaka orang-orang atau pribadi-pribadi, departemen-departemen, kementerian-kementerian, perusahaan-perusahaan, bahkan negara yang pemimpinnya, pemegang otoritasnya berwatak Abu Lahab yang menolak kebenaran.

Jadi dalam konteks membahas tema Abu Lahab Kontemporer, Gus Dhohir Zuhry mengutip pendapat mufassir Mutawalli al-Sya’rawi dalam mendukung argumentasinya mengenai tema yang ia sajikan yaitu Abu Lahab Kontemporer.

Berdasarkan data-data yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa buah pemikiran Muhsin Mahfudz mengenai karakteristik halaqah tafsir dan  tafsir di media sosial relevan digunakan sebagai pisau analisis dalam melihat konten-konten tafsir di media sosial.

Menimbang quranreview sebagai model tafsir al-Qur’an medsos

Salah satu hal yang di-notice oleh Muhsin Mahfudz dalam pidato pengukuhannya adalah dibutuhkannya kreativitas content creator untuk memikirkan kerangka metodologi baru yang bisa berdamai dengan ruang-ruang media sosial, sehingga tidak lagi disebut Tafsir al-Qur’an di Medsos, melainkan Tafsir al-Qur’an Medsos, sehingga ada kekhasan tersendiri dalam metodologi, bukan metode konvensional yang dipindahkan ke dalam ruang virtual. (Muhsin, 2024, 39)

Salah satu akun medsos yang ikut berkontestasi dalam dunia tafsir di media sosial adalah akun instagram quranreview yang sampai saat artikel ini ditulis sudah mencapai 395.000 ribu followers dan 748 postingan. Setidaknya dalam pengamatan penulis ada beberapa karakteristik akun quranreview dalam menyajikan konten tafsir yaitu; tema yang menarik dan variatif, postingan dikemas dengan ilustrasi yang menarik, penafsiran dikemas dengan bahasa yang welcome dengan generasi muda dan tidak terlalu njlimet dan mbulet seperti tafsir-tafsir yang tebal dan berjilid-jilid.

Lalu hal karakter menarik lainnya, akun ini menyajikan konten yang relate dengan kehidupan sehari-hari, dan yang menarik adalah pada story akun quranreview biasanya meminta respon dari netizen terkait konten yang akan dibuat selanjutnya melalui salah satu fitur pertanyaan yang tersedia di instagram.

Hadirnya akun quranreview dapat membuka lebar kerja penafsiran yang sifatnya kolektif, kerjasama antara praktisi halaqah tafsir dengan content creator sangat diharapkan agar tercipta kajian tafsir yang menarik dan juga otoritatif, tidak sekedar simplikasi penafsiran, dan dapat relate dengan kondisi generasi muda, sehingga istilah “Tafsir al-Qur’an Medsos” yang digaungkan oleh Muhsin Mahfudz dapat terealisasikan.

Refrensi

Muhsin Mahfudz, Kontestasi Tafsir Skripturalis dan Substansialis pada Halaqah Tafsir di Tengah Gempuran Tafsir Al-Qur’an di Media Sosial, (Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2024)

Sayyid Quṭub, Fī Ẓilāl al-Qur’ān, (Beirut: Dār al-Syurūq, 1992)

https://www.instagram.com/reel/C1a3Pv8v7jf/?igsh=eXl5b3Z0OGtjN3hx

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *