Allah Memerintahkan Israel untuk Memasuki Tanah Palestina?

Kita ketahui bahwa saat ini tengah terjadi genosida besar-besaran yang dilakukan zionis Israel terhadap Palestina. Bahkan, genosida atau pembantaian tersebut sebenarnya sudah berlangsung cukup lama. Yakni dimulai sejak insiden Nakba yang terjadi pada 15 Mei 1948 silam. Sebuah peristiwa perampasan tanah sekaligus pembersihan etnis Palestina yang dilakukan Zionis Israel demi membangun negara Yahudi.

Kita sebagai umat muslim tentu tidak akan setuju akan tindakan yang mereka lakukan terhadap saudara seiman kita bukan? Pada akhirnya, hampir seluruh muslim di seluruh penjuru dunia bergerak melakukan aksi bela kemanusiaan, bahkan non-muslim pun banyak yang turut andil. Terutama setelah tragedi Taufan Al-Aqsha 7 Oktober 2023 lalu.

Bacaan Lainnya
Jika dipikir-pikir, siapakah yang memerintahkan Israel berbuat demikian? Mengapa mereka sangat berambisi? Apakah justru Allah yang memerintahkan Israel untuk memasuki Tanah Palestina? Pertanyaan ini dapat kita temukan jawabannya dalam berbagai penafsiran pada Qs. Al-Mā’idah [5]: 21.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يٰقَوْمِ ادْخُلُوا الْاَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِيْ كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوْا عَلٰٓى اَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوْا خٰسِرِيْنَ

Artinya: “Wahai kaumku, masuklah ke tanah suci (Baitulmaqdis) yang telah Allah tentukan bagimu) dan janganlah berbalik ke belakang (karena takut kepada musuh), nanti kamu menjadi orang-orang yang rugi.”

Ayat ini memang berisi akan perintah Allah kepada Bani Israil (umat Nabi Musa As. pada masanya) untuk memasuki tanah suci yang telah Allah sebutkan. Dan Israel yang saat ini tengah menjajah Palestina bukanlah yang dimaksudkan pada perintah ayat ini. Meskipun ada beberapa golongan Yahudi yang memang termasuk bagian dari keturunan Bani Israil. Tapi pada konteks ayat ini, yang Allah perintahkan adalah Bani Israil terdahulu.

Dalam Tafsir Al-Munir (2018:474) disebutkan bahwa ( الْاَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ ) berarti tanah yang disucikan. Dan kalimat ( الَّتِيْ كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ), tanah yang Allah telah tetapkan untuk Bani Israil yaitu tanah Syam. Nabi Musa memerintahkan mereka untuk memasuki tanah Palestina dan melawan para musuh yang ada di dalamnya. Wahai kaumku, masuklah kamu sekalian ke tanah suci tanah Baitul Maqdis atau Palestina, untuk menjadi tempat tinggal bukan untuk dimiliki (hak guna atau hak pakai, bukan hak milik). Karena Baitul Maqdis adalah tempat menetap para nabi dan rumah umat beriman.

Kemudian, dalam Tafsir Ibnu Katsir (2003:61) dijelaskan ( الَّتِيْ كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ), yaitu apa yang telah dijanjikan Allah Ta’ala melalui lisan nenek moyang mereka, Israil (Ya’qub), dan ia merupakan warisan bagi orang-orang yang beriman di antara mereka. Kemudian ( وَلَا تَرْتَدُّوْا عَلٰٓى اَدْبَارِكُمْ ), maksudnya adalah janganlah mereka sampai enggan untuk berjihad.

Jadi, Imam Ibnu Katsir pada ayat ini menjelaskan bahwasanya Allah memberitahukan ajakan Musa As. kepada kaumnya untuk berjihad dan memasuki Baitul Maqdis yang pada zaman nenek moyang mereka, yaitu Ya’qub, Baitul Maqdis memang berada di tangan mereka. Setelah Ya’qub beserta anak dan keluarganya pergi ke Mesir pada masa pemerintahan Yusuf As., dan mereka menetap di Mesir sampai mereka pergi meninggalkan Mesir bersama Musa. Ternyata di sana mereka mendapatkan bangsa Amaliq yang gagah perkasa telah menaklukkan dan menguasainya. Maka Nabi Musa As. menyuruh mereka untuk memasuki negeri itu dan memerangi musuh-musuh mereka itu. Akan tetapi, karena adanya sikap pengecut dalam diri Bani Israil, akhirnya mereka membangkang dan tidak menuruti perintah Nabi mereka. Padahal, Allah sendiri telah menjamin kemenangan sekiranya mereka maju untuk berjihad.

Dalam Tafsir Al-Mishbah (Quraish Shihab, 2002:64) kota suci yang dimaksud pada ayat ini ( الْاَرْضَ الْمُقَدَّسَة ) menurut sementara ulama yakni dimaknai dengan Baitul Maqdis, atau kota Jericho atau sekitar Jabal Thur, atau paling tidak sekitar Palestina. Allah meminta Bani Israil memasuki kota suci tersebut adalah sebagai bukti rasa syukur mereka kepada Allah Swt. Hanya saja, karena watak dan karakter Bani Israil yang sangat angkuh, keras kepala, serta pengecut itulah yang menjadikan mereka tidak mau menuruti perintah Allah tersebut. Sebab, jika mereka memasuki kota suci yang dimaksud, maka artinya mereka pun harus berperang dengan musuh yang ada di dalamnya agar mampu menetap di dalamnya. Dan serta-merta mereka menolak. Enggan berperang sebab nyali mereka yang sedemikian lemah. Padahal, Allah telah menjamin keselamatan mereka jika memang mereka turut pada perintah-Nya.

Persis dengan penjelasan Wahbah Az-Zuhaili (Tafsir Al-Munir), Quraish Shihab melanjutkan bahwa kalimat pada firman Allah ( ادْخُلُوا الْاَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِيْ كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ) tidak dapat menjadi dasar dalam pengakuan bahwa Palestina (Baitul Maqdis) adalah milik orang-orang Israel yang sah berdasarkan ketetapan Allah. Karena yang dimaksud dengan perintah Allah pada ayat ini bukan dimaknai kepemilikan, melainkan sekadar arti diwajibkan untuk memasuki kota suci tersebut sebagai bentuk pembuktian rasa syukur mereka kepada Allah.

Adapun menurut Sayyid Qutbh dalam Tafsir Fii Zhilal al-Qur’an, dijelaskan, mereka (Bani Israil) telah mengetahui bahwasanya tanah suci yang disebutkan pada ayat ini memang telah ditetapkan untuk mereka sebagai janji Allah. Sebagaimana sebelumnya, Allah selalu membuktikan janji-Nya untuk mereka. Akan tetapi, Bani Israil tetaplah Bani Israil! Pengecut, suka mencari-cari alasan, berlari ke belakang, dan melanggar perjanjian. Padahal, Allah hanya ingin melihat keberanian dan kepatuhan mereka. Sebab, Allah sendiri yang telah menjamin kemenangan atas mereka.

Setelah Allah SWT menegakkan dan memaparkan bukti-bukti tentang kebenaran dan kelicikan para Bani Israil terdahulu, Allah SWT menuturkan dua sikap di antara sikap-sikap kaum Yahudi, yang kedua sikap itu menunjukkan dan membuktikan tentang pembangkangan dan sifat keras kepala mereka. Sikap yang pertama adalah ingkar dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allah SWT yang banyak kepada mereka. Kedua, pembangkangan mereka terhadap perintah dan instruksi Nabi Musa untuk memasuki tanah Palestina dan memerangi orang-orang Jabbaar yang mendiami tanah Palestina waktu itu. Kisah ini disampaikan Allah dalam Al-Qur’an  supaya bisa menjadi penghibur hati Rasulullah Saw. sekaligus pemberitahuan kepada beliau bahwa keberpalingan dari kebenaran memang sudah menjadi perilaku dan watak yang mengakar pada diri kaum Yahudi. Sehingga, tidak melemahkan semangat dakwah beliau.

Keterkaitan ayat 21 dengan ayat lainnya

Surah Al-Ma’idah ayat 21 ini memiliki keterkaitan dengan ayat sebelum dan setelahnya. Pada ayat 21 ini Allah memerintahkan Bani Israil untuk memasuki kota suci yang telah Ia tetapkan sebagai bentuk rasa syukur mereka terhadap nikmat-nikmat yang telah Allah berikan; dengan cara turut akan perintah-Nya. Yakni, nikmat-nikmat tersebut telah Allah paparkan pada ayat 20, di antaranya; Allah banyak menurunkan para nabi dari kalangan mereka, Allah menjadikan mereka orang-orang yang merdeka, dan Allah memberikan mereka apa yang belum pernah diberikan pada umat-umat pada masa itu (terbelahnya lautan, ditenggelamkannya musuh mereka, diturunkannya manna dan salwa, dan hal-hal luar biasa lainnya).

Kemudian, pada ayat 22 mereka menolak perintah tersebut. Dan pada ayat ini, Allah tampakkan semua tabiat mereka secara transparan tanpa tabir sedikitpun. Mereka tidak yakin akan perlindungan dan janji Allah atas diri mereka dan tanah suci yang dikehendaki. Sekalipun Allah telah mengatakan bahwa kemenangan atas mereka, tetap saja mereka enggan untuk maju berperang. Tampak sudah jiwa pengecut dan kekosongan hati juga iman pada Bani Israil. (Tafsir Fii Zhilal al-Qur’an).

Hikmah dan Kesimpulan dari Qs. Al-Ma’idah ayat 21

Dari uraian di atas, dapat kita ambil pelajaran bahwasanya iman merupakan hal yang sangat penting dan patut disyukuri. Sebab, tanpa iman kita bisa merugi akan hal yang pada awalnya dapat membawa kita pada kemenangan justru berubah menjadi kerugian. Sebagaimana yang terjadi pada Bani Israil. Seandainya pada saat itu mereka taat atas apa yang Allah perintahkan, yakni memasuki tanah suci (Baitul Maqdis), niscaya mereka akan tinggal dengan tenang dan damai hingga anak keturunannya. Akan tetapi, besarnya rasa angkuh dan pengecut serta tidak adanya iman dalam diri mereka, akhirnya Allah mencabut keridhaan-Nya. Allah haramkan tanah suci tersebut untuk mereka masuki. Dan ini tentu salah satu bentuk murka Allah yang pantas mereka peroleh.

Lantas, Israel yang saat ini melakukan pembantaian terhadap Palestina apakah mereka sedang mengimplentasikan perintah Allah pada ayat ini atau bukan? Bukankah bisa saja mereka menjadikan ayat ini sebagai dalil atas tindakan yang mereka lakukan?

Jawabannya, tentu bukan. Sebab, yang Allah perintahkan pada ayat ini yaitu Bani Israil pada masa Nabi Musa As. bukan zionis Israel yang pada masa ini. Dan tentu ayat ini tidak dapat dijadikan alasan bagi orang-orang Israel masa kini untuk memenangkan tanah Palestina. Sebab, masa perintah tersebut telah berakhir. Bahkan, nenek moyang mereka sendiri yang mematahkan perjanjian tersebut.
Maka dari itu, hendaklah kita menjauhi sifat-sifat sebagaimana yang Bani Israil pelihara. Karena, dengan keangkuhan kita sebagai makhluk pada akhirnya dapat menjadi kerugian bagi diri kita kelak. Wallahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad bin Abdurahman, Abdullah bin. Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir/Tafsir Ibnu Katsir terj. M. Abdul Ghoffar. 2003. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i.
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. 2002. Jakarta: Lentera Hati.
Az-Zuhaili, Wahbah. Tafsir Al-Munir. 2016. Jakarta: Gema Insani.
Quthb, Sayyid. Tafsir Fii Zhilal al-Qur’an. 2003. Beirut: Dar al-Syuruq.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *